
PENGAMAT hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan pemerintah Indonesia harus mempersiapkan sejumlah dokumen dan bukti pendukung yang kuat untuk melawan buronan kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E), Paulus Tannos di Persidangan Singapura pada 23-25 Mei mendatang.
“Pemerintah harus bisa membuktikan dan meyakinkan otoritas Singapura bahwa Thanos memang bersalah melawan hukum dan sudah melakukan kejahatan di Indonesia,” katanya kepada Media Indonesia pada Senin (6/2).
Fickar menilai, tindakan Tannos yang melawan di pengadilan dan menolak ekstradisi serta mengajukan penangguhan atas penahanannya kepada Pemerintah Singapura, tidak bisa menjadi dalih untuk tidak mengekstradisi dan mengadilinya di Indonesia.
“Thanos adalah WNI yang telah ditetapkan tersangka dengan status buron sebab melakukan kejahatan di Indonesia, oleh karena itu pemerintah Indonesia berwenang menangkap Thanos dengan cara mengeks-tradisinya,” ujarnya.
Di samping itu, pemerintah Singapura juga diminta dapat bersikap kooperatif dengan pemerintah Indonesia dalam memulangkan buronan Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po ke negara asalnya meskipun ia memiliki paspor Singapura.
“Dengan konstruksi seperti itu, tidak ada alasan bagi pemerintah Singapura untuk melindungi dan mengabulkan permohonan Thanos, disamping Thannos bukan warga negara Singapura,” jelas Fickar.
Singapura juga diminta untuk bekerjasama dan menghormati hukum Indonesia dengan mengabulkan proses ekstradisi dan memulangkan buronan Paulus Tannos yang telah merugikan negara hingga USD140 juta atau sekitar Rp2,3 triliun rupiah.
“Sehingga,m Singapura punya kewajiban menyerahkan Thanos dalam konteks saling menghormati kedaulatan hukum antar negara Asean. Selain itu, Thanos harus diadili di Indonesia,” tukasnya.
Selain itu, Fickar juga menilai bahwa keterangan dari buronan Paulus Tannos yang ditangkap di Singapura, sangat penting untuk mengungkap sejumlah pihak yang menerima aliran dana korupsi e-KTP.
Melalui kesaksian Paulus Tannos, lanjut Fickar, KPK diharapkan dapat mengembangkan kasus ini dan menjerat pihak lain yang terlibat agar kerugian negara dapat tertutupi sepenuhnya.
“Soal pengembangan kasus tergantung pengakuan buronan tersebut jika di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dikonfirmasi dengan saksi-saksi lain,” ujar Ficar.
Menurut Fickar, melalui keterangan Paulus Tannos, KPK dapat meminta keterangan dari sejumlah pihak yang diduga menerima aliran dana tersebut, termasuk Puan Maharani, Pramono Anung, dan Ganjar Pranowo, yang namanya disebut dalam proses persidangan.
“Jika cukup dukungan bukti lain maka KPK bisa memanggil nama-nama yang disebutkan oleh pelaku atau saksi. Termasuk terhadap nama-nama tersohor yang memang disebut,” pungkasnya. (H-3)