
BEBERAPA isu disorot saat Komisi III DPR melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, Selasa, 20 Mei 2025. Salah satunya soal pengamanan Kejagung oleh TNI.
”Apakah selama ini Pak Febrie dan kawan-kawan ada ancaman, sehingga harus dijaga oleh TNI? Yang bapak satu pleton, satu apa, dan sebagainya," kata anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding, dalam rapat yang dikutip Rabu, 21 Mei 2025.
Unjuk Kekuatan?
Menurut Sudding, harusnya penjagaan Kejaksaan Agung dilakukan oleh kepolisian. Sudding mempertanyakan latar belakang kerja sama itu.
Dia tidak ingin, hal itu dilakukan hanya untuk menunjukkan kekuatan atau show of force. Apalagi bila tidak ada kegentingan yang mengharuskan Kejaksaan Agung menggandeng TNI dalam urusan pengamanan.
"Jangan sampai ini kayak show of force, kan gitu. Sehingga orang pun jika berhubungan dengan pihak kejaksaan atau pun melaporkan suatu perkara dan sebagainya itu ada rasa keseganan, takut," kata dia.
Rintangi Penyidikan?
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan mempertanyakan penerapan obstruction of justice terhadap Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar. Menurut dia, tidak mungkin pemberitaan atau kritik yang disampaikan oleh media dan pers dapat merintangi proses hukum.
"Karena sekali lagi, jika pasal perintangan itu kita lebarkan terlalu lebar, sibuk sendiri nanti kita," ujar Hinca.
Atas pertanyaan yang disampaikan oleh Sudding dan Hinca, Febrie sebagai JAM Pidsus langsung menyampaikan jawaban. Terkait dengan kerja sama dengan TNI untuk pengamanan kantor kejaksaan, dia mengaku hal itu memang ada kaitannya dengan keberadaan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer.
Hubungan dengan Polri?
Namun, dia memastikan, hubungan kejaksaan dengan Polri baik-baik saja. Bahkan para jaksa masih sering meminta bantuan polisi.
”Kalau di Pidsus klir, kami nggak ada masalah. Dalam proses penanganan juga kami minta bantuan polisi. Di kejari-kejari juga tetap prosesnya minta bantuan polisi,” kata Febrie.
Sementara itu, penerapan obstruction of justice terhadap direktur pemberitaan Jak TV, Febrie menyatakan bahwa dirinya juga sepakat dengan Hinca. Bahwa tidak mungkin jaksa mendakwa tersangka tersebut karena konten atau pemberitaan.
Tidak Biasa?
Dia menyebut, ada hal lain yang tidak bisa dibuka dalam forum RDP tersebut. Hal itu yang menjadi dasar penetapan Tian Bahtiar sebagai tersangka perintangan dalam proses hukum yang dilaksanakan Kejaksaan Agung.
”Ada perbuatan nyata yang dilakukan sehingga dia terkait ke pasal 21 (UU Tipikor), ada permufakatan (jahat), kemudian ada perbuatan-perbuatan yang dilakukan terkait yang tadi Pak Hinca sebut perintangan. Jadi, bukan masalah konten, sependapat saya,” kata Febrie. (Fah/P-3)