Penelitian: Kelas Menengah Indonesia Berevolusi Jadi Lebih Realistis

3 hours ago 1
 Kelas Menengah Indonesia Berevolusi Jadi Lebih Realistis Ilustrasi--Para pekerja berjalan kaki menuju shelter transportasi umum saat jam pulang kantor di Jakarta.(MI/Usman Iskandar)

SEBUAH penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kelas menengah Indoneia telah berevolusi dan beradaptasi untuk terus menjaga aspirasi.

Dalam penelitian berjudul Navigating the In Between - Living as Indonesian Middle Class yang digelar oleh Hakuhodo Internasional Indonesia melalui Sei-katsu-sha Lab, terungkap bahwa kelas menengah yang dulu selalu berlomba-lomba untuk naik tangga sosial-ekonomi, kini lebih berpijak pada penyataan.

"Mimpi untuk maju tetap ada, tetapi kini diimbangi dengan ketidakpastian hidup dan sikap yang lebih realistis," ungkap Hakuhodo Internasional Indonesia dalam pernyataan resmi, dikutip Kamis (6/11).

Data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah kelas menengah di Indonesia menyusut, semula berjumlah 57,3 juta menjadi 47,85 juta orang pada tahun 2024. Padahal, kelas menengah memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. 

Berdasarkan data BPS yang sama, kombinasi segmen ‘kelas menengah’ (middle class) dan segmen ‘menuju ke kelas menengah’ (aspiring middle class), mencakup 66,35% dari total populasi dan berkontribusi terhadap 81,49% konsumsi domestik Indonesia. 

Skala mereka yang besar, dapat menggambarkan bukan hanya kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia saat ini, tapi juga kondisi dan harapannya di masa depan. 

Oleh karena itu, sangat penting bagi para pelaku industri pemasaran (marketers) untuk bisa memahami tidak hanya indikasi apa yang terjadi, tapi juga paham perspektif mereka agar bisa melakukan pendekatan yang tepat.

“Di dunia yang terus bergerak tanpa henti, kita semua dituntut beradaptasi. Kelas menengah sedang berada di pusaran perubahan, mereka membawa mimpi yang mendorong Indonesia untuk maju sekaligus menanggung tekanan yang terbentuk oleh zaman. Di Sei-katsu-sha Lab kami mempelajari manusia bukan sebagai tren, melainkan sebagai kisah hidup yang terus berkembang. Dan bagi para pelaku industri pemasaran, peran kita adalah mendengarkan, memahami, dan membangun hubungan yang membuat hidup terasa lebih bermakna,” ujar Group CEO Hakuhodo International Indonesia Devi Attamimi.

Senior Director of Strategy Hakuhodo International Indonesia & Head of Sei-katsu-sha Lab Rian Prabana menuturkan, “Studi ini memberikan warna dan perspektif baru tentang Kelas menengah di mana mereka terus tumbuh, tanpa kita sadari. Mereka tidak lagi sekadar mencari aspirasi, tetapi mencari keseimbangan. Brand perlu memahami sisi emosional ini yang sering tidak tergambarkan oleh angka statistik. Dengan membawa pandangan baru ini, Marketers  dapat membangun hubungan yang lebih relevan dan memberikan peran penting dalam pertumbuhan mereka.”

Penelitian Hakuhodo International Indonesia menemukan bahwa 89% responden mengatakan mereka tidak mudah menyerah saat menghadapi kegagalan, yang menunjukkan ketahanan dan kemampuan beradaptasi terhadap tantangan hidup.

"Mereka menemukan makna di balik ketidaksempurnaan. Bagi banyak orang, pengalaman sulit menjadi titik balik pribadi, sesuatu yang mereka sebut “My Scar, My Strength.”," ungkap Rian

Prioritas diri kelas menengah Indonesia juga bergeser dari “Look Good” menjadi “Feel Good.” Mereka tidak lagi mengejar validasi, melainkan ketenangan dan keseimbangan dalam hidup.

Sistem dukungan dari sekitar juga berubah. Sebanyak 72% responden menyebut memiliki jaringan sosial yang kuat, menunjukkan bahwa komunitas kini bisa juga berperan sebagai penopang stabilitas hidup, yang sebelumnya, role ini biasanya hanya datang dari keluarga. Ini menjadi bentuk baru dari “Social Insurance.”

Pandangan mengenai kesuksesan juga berubah. Kesuksesan tidak lagi diukur dari kekayaan ataupun kesuksesan finansial semata, tetapi mengutamakan kemampuan diri untuk bisa bertahan dan berkembang, serta mampu menjaga martabat dan rasa percaya diri mereka dalam menghadapi situasi yang sulit dan tidak menentu.

Responden muda menunjukkan kedisiplinan finansial yang lebih baik dengan rutin membuat anggaran atau rencana keuangan setiap bulan.

Muncul pandangan baru tentang kesuksesan yang berakar pada semangat “Siri’ na Pacce” dari Bugis-Makassar, yang mencerminkan martabat dan empati. Banyak yang merasa bahagia bukan karena menerima bantuan, tetapi karena mampu membantu orang lain.

Persentase kelas menengah yang menyisihkan 10% dari pendapatan untuk zakat atau donasi meningkat dari 10% secara jumlah orang pada 2024 menjadi 15% pada 2025, menandakan bahwa memberi tetap menjadi bagian penting dari nilai diri mereka.

Kelas menengah tidak lagi belanja semata untuk menunjukkan status mereka. Belanja kini mempunyai fungsi yang penting dalam bertahan di tengah-tengah ketidakpastian. Belanja yang tepat ditujukan untuk memprioritaskan diri mereka sendiri agar bisa merasa nyaman dan cukup. 

Sebanyak 90% menyebut kualitas yang konsisten sebagai alasan utama loyalitas terhadap Brand, mencerminkan bahwa menghargai kualitas berarti juga menghargai diri sendiri.

"Mereka membeli bukan untuk pamer, tetapi untuk mengisi kembali semangat diri. Seorang responden bahkan menyebut motornya sebagai “penyemangat hidup,” simbol keberanian dalam menjalani hari," kata Rian.

Sebanyak 70% merasa terhubung dengan Brand yang mampu meningkatkan suasana hati mereka, membuktikan bahwa kedekatan emosional kini menjadi faktor utama.

Meski anggaran terbatas, banyak yang tetap menyisihkan sebagian pendapatan untuk kebutuhan “Mental Therapy” seperti hobi, hiburan, atau waktu pribadi. Sebanyak 61% mengaku rutin memberi hadiah kecil untuk diri sendiri sebagai cara menjaga ‘kewarasan’ di masa penuh ketidakpastian.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa kondisi yang sulit dan tidak menentu membuat kelas menengah Indonesia merasa perlu tumbuh lebih bijak dan lebih realistis menjadi The Grown Up Middle. 

Mereka kini menyadari kekuatan utama yang bisa mereka andalkan dalam situasi seperti ini ada pada diri mereka sendiri. 

Karena itu menjaga martabat dan harga diri menjadi lebih utama dan kestabilan dalam hidup menjadi sangat penting. Segala tindak-tanduk mereka kini dipengaruhi oleh orientasi dan prioritas baru untuk tetap stabil. 

Status tidak lagi menjadi tolak ukur yang utama saat mereka mencoba berprogress, tetapi bagaimana mereka mempunyai kestabilan emosional dan daya tahan untuk tidak mudah jatuh. (Z-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |