
KETAHANAN pangan Indonesia menghadapi tantangan serius. Pada 2050, Indonesia harus mampu menghasilkan pangan dua kali lipat dari sekarang.
Jumlah penduduk meningkat, sementara tekanan lingkungan makin berat akibat pemanasan global. Salah satu jalan keluarnya adalah mendorong pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas adaptif terhadap perubahan iklim, tahan serangan hama dan penyakit serta produktivitas tinggi.
“Peran pemuliaan tanaman sangat sentral terhadap peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian,” kata Ketua Umum Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI), Profesor Muhamad Syukur, di Purwakarta, Kamis (23/10).
Menurut dia, sejarah menunjukkan, revolusi hijau bermula dari varietas unggul hasil karya pemulia tanaman. Dulu gandum berumur pendek dengan produktivitas tinggi memicu perubahan besar, lalu diikuti padi dan tanaman lain.
Tanpa pemuliaan, peningkatan produktivitas hingga sepuluh kali lipat tidak akan mungkin terjadi.
Sejumlah penelitian telah memperingatkan bahwa perubahan iklim dapat menurunkan produktivitas padi di Asia Tenggara hingga 10–20%, jika tidak diimbangi inovasi adaptif seperti varietas tahan kekeringan dan banjir.
Sayangnya, Indonesia menghadapi kekurangan serius tenaga pemulia tanaman. Idealnya satu pemulia melayani sekitar 3.000 petani.
“Dengan 30 juta petani, kita butuh sekitar 10 ribu pemulia. Saat ini yang terdaftar resmi di PERIPI hanya sekitar 1.000 orang, dan yang aktif benar-benar melakukan pemuliaan mungkin hanya seperempatnya,” terang Prof Syukur.
Sementara, pakar agribisnis yang juga Guru Besar IPB University, Profesor Bayu Krisnamurthi, menegaskan bahwa riset pemuliaan tanaman adalah investasi dan memiliki horizon jangka panjang. Karenanya mesti dibangun kondisi yang mendukung agar investasi tersebut masuk ke Indonesia.
Ketahanan pangan bukan sekadar kemampuan memproduksi cukup makanan, tetapi memastikan setiap rumah tangga dapat mengakses pangan bergizi dalam kondisi lingkungan yang terus berubah. Untuk itu, keberpihakan terhadap riset pemuliaan tanaman bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis bangsa.
"Kalau kita ingin kedaulatan pangan, kita harus menghargai pemulia sebagai pahlawan benih karena dari merekalah masa depan pangan Indonesia tumbuh," tandasnya.