
Dokter Spesialis Anak, Arieta R Kawengian mengatakan bahwa pemenuhan gizi yang cukup dan seimbang tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga sangat menentukan perkembangan kognitif, motorik, hingga sosial emosionalnya.
“Balita membutuhkan makronutrien dan mikronutrien dalam jumlah seimbang. Karbohidrat menyediakan energi utama, protein membangun jaringan tubuh, dan lemak membantu penyerapan vitamin. Sementara vitamin A, C, dan D serta mineral seperti kalsium, zat besi, dan zinc sangat penting untuk kesehatan tulang, darah, imun, dan pertumbuhan otak anak,” ujar Arieta dalam webinar Grand Parenting yang diselenggarakan oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBP3APM) Kota Palangkaraya.
Lebih lanjut, Arieta mengatakan dampak kekurangan gizi dapat mengakibatkan anak mengalami keterlambatan bicara, gangguan motorik kasar dan halus, serta kesulitan dalam berinteraksi sosial. Ia menekankan pentingnya pemberian makanan beragam, kebersihan pangan, serta konsultasi rutin dengan tenga kesehatan untuk memastikan balita mendapatkan asupan gizi yang optimal.
Di tempat yang sama, Lektor Kepala Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Lailatul Muniroh menjelaskan bahwa gizi seimbang untuk balita didefinisikan sebagai pola makan yang mencakup jenis dan jumlah makanan yang sesuai dengan usia, aktivitas, dan kondisi kesehatan anak.
“Empat pilar utama dari gizi seimbang, yaitu keberagaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih, serta pemantauan berat badan, diyakini mampu mendukung pertumbuhan fisik dan otak, memperkuat daya tahan tubuh, serta mencegah stunting dan gangguan gizi lainnya,” tuturnya.
Dia menambahkan, meskipun telah banyak upaya dilakukan, masalah stunting dan malnutrisi masih menjadi tantangan serius di berbagai daerah. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi inovatif dan berkelanjutan yang mengakar pada kearifan lokal.
Dijelaskannya, pangan lokal memiliki potensi besar, karena mudah didapat, kaya akan gizi, dan terjangkau bagi masyarakat. Seperti komoditas ubi jalar, singkong, kacang hijau, ikan lele maupun patin, serta buah lokal seperti pisang, rambutan, dan lainnya.
“Pemanfaatan pangan lokal bukan hanya soal kesehatan, tapi juga pemberdayaan ekonomi masyarakat, pelestarian budaya kuliner, dan keberlanjutan lingkungan,” tandas Lailatul. (E-3)