
PENELITI senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syarif Hidayat menilai pembentukan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua cenderung bernuansa bagi-bagi jabatan. Ia menilai tidak ada urgensi menambah lembaga yang mengurus pembangunan Papua. Selain itu, hal ini juga bertolak dengan narasi efisiensi yang digaungkan pemerintah.
"Tentu saja (bertolak belakang). Lembaga ini kan dibiayai negara. Jadi, hanya menambah lembaga baru untuk distribusi kekuasaan melalui jabatan baru," kata Syarif kepada Media Indonesia, Kamis (9/10).
Ia mengatakan sebelumnya sudah ada lembaga bentukan pemerintah pusat yang menangani pembangunan Papua, yakni Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang diketuai oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Syarif menilai BP3OKP selama ini sudah berjalan. Akan tetapi, sejauh ini belum optimal karena tidak sejalan dengan keinginan masyarakat Papua.
"BP3OKP tidak bisa optimal bekerja karena dia sifatnya top down, dibentuk dari pusat dan menjalankan program yang terbaik menurut pusat, dan belum tentu terbaik dan tepat menurut masyarakat Papua. Kita apresiasi banyak memberikan kontribusi perbaikan, tapi tidak optimal. BP3OKP sangat elitis. Karena ini tidak optimal, seharusnya jangan diulang lagi membuat lembaga yang top down, yang dibentuk pemerintah pusat," katanya.
Syarif menilai lembaga yang diperlukan saat ini ialah badan kolaborasi pemerintah lintas provinsi di Papua. Badan kolaborasi ini, kata ia, dibentuk oleh provinsi, bukan pemerintah pusat. Isinya pun diisi oleh gubernur, walikota, akademisi, masyarakat adat, hingga lembaga swadaya masyarakat.
Ia mengatakan badan yang disepakati oleh 6 provinsi ini nantinya yang menggodok percepatan pembangunan Papua sesuai kebutuhan masyarakat dan berkoordinasi dengan lembaga yang telah dibuat pemerintah pusat. Dengan demikian, kata ia, pembangunan di Papua lebih efektif karena melibatkan masyarakat Papua.
"Kami sering wawancara dengan masyarakat Papua dan di mereka itu sudah bosan dengan lembaga bentukan pemerintah pusat, karena menurut mereka itu merefleksikan kepentingan pusat, terbaik menurut oemerintah pusat. Tetapi, itu belum yang terbaik berdasarkan keinginan masyarakat lokal," katanya.
"Badan yang dibentuk pusat dan beroperasi di Papua itu elitis. Memang masyarakat daerah ikut, gubernur, walikota ikut. Sementara masyarakat adat diundang mendengarkan pemaparan tapi tidak ada di dalam struktur," katanya. (H-4)