
Pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang membuka adanya peluang tuntutan hukuman mati kepada tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023, dianggap sudah tepat.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan bahwa hukuman berat berupa pidana mati pantas dijatuhkan kepada tersangka karena perbuatan tersebut sangat merugikan negara.
“Pasal 2 ayat 2 UU tipikor menyebutkan bahwa Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan pada “keadaan tertentu” dapat dikenai hukuman maksimal pidana mati,” katanya kepada Media Indonesia, hari ini.
Menurut Fickar, kemungkinan para tersangka dijatuhi hukuman mati bisa diterapkan karena kasus korupsi tersebut terjadi pada 2018-2023 dengan kerugian yang negara yang sangat besar, beririsan dengan pandemi Covid yang terjadi pada 2020-2021.
“Pengertian keadaan tertentu itu adalah jika korupsi dilakukan pada waktu krisis moneter, bencana alam, dan dilakukan secara berulang. Jadi jika tipikor dilakukan pada saat covid-19, sangat mungkin dan berdasar jika dituntut hukuman mati, karena pandemi covid-19 juga dinyatakan sebagai bencana,” jelasnya.
Meskipun baru sebatas pernyataan dari Jaksa Agung ST Burhanuddin, Abdul mengatakan untuk menguji perkataan tersebut sudah semestinya harus terus dikawal.
Selain itu, Fickar menekankan bahwa negara sudah seharusnya mempertimbangkan pemberian kompensasi bagi masyarakat yang berdampak langsung pada kasus korupsi ini. Dikatakan bahwa masyarakat bisa melakukan gugatan class action ke pengadilan.
“Masyarakat bisa menggugat ganti rugi kepada pemerintah melalui class action, bisa ikut menuntut Pertamina. Dan tuntutannya bisa bersama-sama JPU waktu dibacakan tuntutan hukuman. Hal ini sesuai dengan pasal 98 KUHAP tentang penggabungan gugatan perkara ganti rugi,” tuturnya.
Sebelumnya, Burhanuddin mengatakan sedang menimbang untuk menuntut hukuman berat yang akan diberikan kepada para tersangka.
“Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid, dia melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat,” katanya pada Kamis (6/3).
Burhanuddin juga mengemukakan bahwa korupsi yang dilakukan saat itu bisa berujung pada hukuman paling berat untuk dijadikan tuntutan.
“Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati. Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati. Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyelidikan ini,” imbuhnya. (Dev/P-1)