Fraksi PDIP, melalui Komisi V DPR RI, menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang mempertemukan pengemudi dan aplikator transportasi online, Senin (27/10).(PDIP)
FRAKSI PDIP, melalui Komisi V DPR RI, menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang mempertemukan pengemudi dan aplikator transportasi online, Senin (27/10).
Diskusi ini dihadiri perwakilan berbagai pihak, antara lain perwakilan dari Garda Ojol, Aplikator dan sejumlah komunitas.
Edi Purwanto, Anggota DPR RI Fraksi PDIP mengatakan perlunya aturan khusus yang memayungi transportasi online
"Kami dapat banyak laporan potongan berkisar 40-50%. banyaknya potongan dari para aplikator ini disebabkan olah tidak adanya peraturan bagi aplikator dan tidak ada punishment." kata Edi dalam keterangan yang diterima, Selasa (28/10)
Ia menambahkan, Komisi V PDIP akan mendorong pembuatan undang-undang yang mengatur transportasi online.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Adian Napitupulu menegaskan tuntutan agar komisi yang diambil aplikator maksimal 10%.
“Begini, maksimal per hari ini, per saat ini kita meminta komisi aplikator tidak lebih dari 10 persen. All in,” tegas Adian
Selain itu, Adian menyoroti masalah kesejahteraan pengemudi yang masih membutuhkan kajian mendalam. Ia mendorong pemerintah untuk menggelar forum diskusi terpadu (FGD) yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pengemudi, aplikator, dan DPR.
Adian juga memaparkan data terkait biaya operasional aplikator per transaksi, yang hanya sekitar Rp204, sudah termasuk layanan peta dan jasa aplikasi. Padahal, beberapa aplikator masih mengenakan komisi di atas 20%, ditambah biaya tambahan sekitar Rp2.000 per transaksi.
“Artinya keuntungan aplikasi-aplikasi yang mengambil di atas 20 persen ini gede banget. Dan yang lebih menyedihkan, uangnya itu sebagian lari ke luar negeri,” tegasnya.
Ia juga menyoroti praktik kurang transparan dari aplikator, yang menyembunyikan data operasional sesungguhnya dari pemerintah dan DPR.
“Semua kita di-prank sama aplikator itu. Aplikator-aplikator ini yang bersembunyi di data-data yang tidak pernah mereka publis. Jadi siapa yang di-prank? Gua di-prank, DPR kena prank, driver kena, konsumen juga kena,” ungkapnya dengan nada kesal.
Sebagai solusi jangka panjang, Adian berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Transportasi Online segera disusun untuk mengatur hubungan kerja, komisi, dan perlindungan sosial secara jelas.
“Kita sih lebih berharap pada Undang-Undang Transportasi Online-nya ya. Tapi kita sadar bahwa memproduksi sebuah undang-undang itu tidak gampang, tidak sederhana, dan biasanya tidak cepat,” ujarnya. (P-4)


















































