PBB Desak Investigasi Operasi Narkoba di Brasil yang Tewaskan 100 Orang Lebih

1 week ago 18
PBB Desak Investigasi Operasi Narkoba di Brasil yang Tewaskan 100 Orang Lebih Lebih dari seratus orang tewas akibat operasi polisi besar-besaran di Rio de Janeiro, Brasil.(Dok.EFE)

SEBANYAK 119 orang tewas akibat operasi besar-besaran yang dilakukan kepolisian terhadap jaringan pengedar narkoba di Rio de Janeiro, Brasil, Selasa (28/10). Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyatakan keprihatinannya. 

"Dia menekankan bahwa penggunaan kekuatan dalam operasi kepolisian harus sesuai dengan hukum dan standar hak asasi manusia internasional, serta mendesak investigasi segera," ujar juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.

Pejabat kepolisian pada Rabu (29/10) menyebutkan bahwa di antara korban tewas terdapat 115 tersangka anggota geng dan empat petugas polisi. Kantor pembela umum negara bagian Rio bahkan memperkirakan jumlah korban mencapai 132 orang.

"Kematian dalam jumlah besar ini sudah bisa diprediksi, namun tetap tidak diinginkan," kata Victor Santos, kepala keamanan negara bagian Rio, dalam konferensi pers dilansir Al Jazeera, Kamis (30/10).

Operasi yang disebut paling mematikan dalam sejarah Rio itu melibatkan sekitar 2.500 aparat dan difokuskan di wilayah padat penduduk Penha Complex serta Alemao Complex di bagian utara kota.

Sejumlah warga menuduh aparat melakukan eksekusi di luar hukum. Di tengah suasana duka, warga menatap jenazah yang tergeletak di jalan. 

"Negara datang untuk melakukan pembantaian, bukan operasi polisi. Mereka datang untuk membunuh," sebut seorang perempuan di Penha Complex kepada AFP.

"Ada banyak orang yang dieksekusi, sebagian ditembak di belakang kepala dan di punggung. Ini tidak bisa disebut keselamatan publik," ungkap Raul Santiago, seorang warga dan aktivis berusia 36 tahun.

Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski menyampaikan bahwa Presiden Luiz Inacio Lula da Silva ngeri dengan tingginya angka korban dan terkejut karena operasi sebesar ini dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah federal.

Namun Gubernur Rio de Janeiro, Claudio Castro, membela tindakan kepolisian dan menyebut semua korban sebagai penjahat. 

"Sebagian besar bentrokan terjadi di hutan, jauh dari pemukiman warga. Saya rasa tidak ada orang yang berjalan di hutan saat itu. Korban sebenarnya hanyalah petugas polisi," katanya.

Castro menggambarkan operasi tersebut sebagai perang melawan narkoterorisme, bukan kejahatan biasa. Ribuan aparat bersenjata berat didukung kendaraan lapis baja, helikopter, dan drone dalam operasi ini. 

Pihak kepolisian mengatakan kelompok Comando Vermelho menggunakan bus sebagai barikade dan menerbangkan drone bermuatan bahan peledak untuk menyerang aparat.

Bentrokan berdarah seperti ini bukan hal baru di favela-favela Brasil. Tahun 2024, sekitar 700 orang tewas dalam operasi kepolisian di Rio, rata-rata dua orang per hari.

Kelompok hak asasi manusia mengkritik waktu pelaksanaan operasi tersebut, mengingat Rio akan menjadi tuan rumah KTT Wali Kota Dunia C40 dan Penghargaan Earthshot Pangeran William pekan depan. Selain itu, Brasil juga bersiap menyelenggarakan KTT Iklim PBB, COP30, di kota Belem pada 10 November mendatang. (H-4)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |