Pakar Nilai Seluruh Desa Listrik pada 2030 Target Realistis

5 hours ago 3
Pakar Nilai Seluruh Desa Listrik pada 2030 Target Realistis Forum diskusi bertema Meneropong 1 Tahun Kemandirian Energi Nasional Era Prabowo-Gibran dari Borneo di Balikpapan, Jumat (17/10/2025).(Dok istimewa )

SEJUMLAH pakar energi dan ekonomi dari Kalimantan Timur menilai langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang menargetkan jaringan listrik menjangkau 5.700 desa pada tahun 2030 merupakan target realistis.

Target tersebut dinilai sejalan dengan agenda pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk memperkuat kemandirian dan swasembada energi nasional di tahun awal kepemimpinannya.

Peneliti energi dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi (STT MIgas) Balikpapan Andi Jumardi mengatakan masih adanya ribuan desa yang belum teraliri listrik menjadi tantangan besar bagi pemerintah, termasuk di wilayah Kalimantan Timur yang dikenal sebagai lumbung energi nasional.

“Kalimantan Timur ini tempat lumbung energi tapi masih ada daerah yang belum mendapat listrik. Persoalannya karena wilayahnya sulit dijangkau, sehingga perlu ada sumber energi lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” ujar Andi dalam forum diskusi bertema Meneropong 1 Tahun Kemandirian Energi Nasional Era Prabowo-Gibran dari Borneo di Balikpapan, Jumat (17/10).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 tercatat ada 84.276 wilayah administrasi setingkat desa yang terdiri dari 75.753 desa dan 8.486 kelurahan di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, Menteri Bahlil menyebut ada 5.700 atau sekitar 6,76 persen dari total desa dan kelurahan di Tanah Air yang belum teraliri listrik. Pemerintahan pun menargetkan seluruh desa itu akan mendapatkan akses listrik pada tahun 2030.

Oleh karena itu Andi menilai kebijakan pemerintah yang mulai fokus mengalirkan listrik ke desa-desa terpencil merupakan langkah positif yang patut diapresiasi dan menjadi bagian dari agenda besar swasembada energi sebagaimana tertuang dalam Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, swasembada energi tidak hanya berhenti pada sektor produksi, tetapi juga harus menyentuh level pengguna akhir.

“Dalam Asta Cita itu, swasembada energi berkaitan dengan hilirisasi energi. Selama ini hilirisasi baru sampai sektor downstream, belum menyentuh end user. Target pemerintah sekarang adalah sampai di titik pengguna energi, supaya masyarakat benar-benar merasakan hasilnya,” jelasnya.

Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik Universitas Mulawarman, Saipul mengatakan target elektrifikasi desa bukan hanya urusan pembangunan infrastruktur, tetapi juga wujud keseriusan pemerintah dalam mencapai ketahanan energi. Menurutnya, pemerintah sudah berada di jalur yang tepat dengan menjadikan energi sebagai prioritas dalam Asta Cita pemerintahan baru.

“Kalau kita bicara swasembada energi, itu sejajar dengan istilah ketahanan energi. Pemerintah sekarang sudah menjadikannya prioritas nasional, tinggal bagaimana kita mengukur dan mewujudkannya di lapangan,” kata Saipul.

Ia menjelaskan, Indonesia perlu mengacu pada empat indikator utama ketahanan energi yaitu availability (ketersediaan), accessibility (aksesibilitas), affordability (keterjangkauan), dan acceptability (penerimaan) agar kebijakan elektrifikasi tidak berhenti di tataran wacana.

"Energi harus tersedia, bisa diakses, terjangkau harganya, dan diterima masyarakat secara lingkungan. Itu esensinya,” ujarnya.

Saipul menilai target yang dipatok Menteri Bahlil masih dalam batas realistis sepanjang didukung data valid, perencanaan matang, dan pembagian tanggung jawab yang jelas antarinstansi. Ia menilai, pemerintah daerah dan perusahaan besar di setiap wilayah harus ikut berperan aktif dalam mendukung program ini.

Ekonom Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo menyebut langkah Kementerian ESDM sebagai bagian dari kebijakan publik yang berorientasi pelayanan. Ia menilai, sebagai badan usaha milik negara, PLN harus berani berinvestasi lebih besar di wilayah 3T agar cita-cita pemerataan energi bisa terwujud.

“Ini cita-cita yang bagus, tapi harus konkret di lapangan. PLN harus berani berinvestasi karena mereka punya tanggung jawab sebagai public service. Jangan menunggu swasta masuk dulu baru bergerak,” ujar Purwadi. (E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |