“Pada Suatu Hari”: Potret Perjuangan Keluarga Membersamai Individu Autistik

7 hours ago 5
 Potret Perjuangan Keluarga Membersamai Individu Autistik Buku “Pada Suatu Hari” mengangkat kisah inspiratif perjuangan keluarga dalam membersamai individu autistik.(Sekolah Inklusi Tunas Global)

INDIVIDU dengan spektrum autisme dapat hidup mandiri, berprestasi, dan menginspirasi. Hal ini tergambar jelas dalam buku “Pada Suatu Hari: Kisah-kisah Perjuangan Keluarga Individu Autistik”, yang resmi diluncurkan di Sekolah Inklusi Tunas Global, Depok, bertepatan dengan peringatan Bulan Peduli Autisme.

Buku ini menampilkan 10 kisah nyata perjuangan keluarga dalam membersamai anak-anak mereka yang menyandang autisme. Disusun dengan pendekatan human interest oleh wartawan Sudrajat, dan diperkuat ulasan ilmiah dari Isti Anindya, pendiri komunitas Peduli ASD sekaligus peraih gelar Master dan Doktor bidang autisme dari Universitas Indonesia, buku ini menjadi paduan antara empati dan edukasi ilmiah.

“Buku ini tidak hanya menghadirkan sisi emosional, tetapi juga edukasi berbasis sains tentang autisme. Tujuannya agar publik bisa memahami autisme secara lebih holistik,” jelas Isti saat peluncuran.

Salah satu kisah inspiratif datang dari Rahadian (Rian) Sakti Pradana, yang berhasil meraih gelar Magister Pendidikan Khusus dari UPI Bandung, dan Natrio Catur Putra Yososha (Osha), lulusan Arkeologi UGM yang kini aktif sebagai atlet maraton dan telah bekerja.

Namun, seperti ditegaskan dalam buku, ukuran kesuksesan individu autistik tak selalu harus dilihat dari capaian akademis atau pekerjaan formal. Kemampuan menjalani aktivitas harian secara mandiri tanpa banyak intervensi pun sudah menjadi pencapaian luar biasa.

Kisah Nyata, Latar Beragam

Setiap cerita dalam buku ini merefleksikan beragam latar belakang keluarga. Salah satunya datang dari pasangan Lita Kadartin dan Duta Besar RI untuk Qatar, Ridwan Hasan, yang memiliki anak kembar dengan kondisi autistik. Mereka harus menghadapi stigma sosial, tekanan dari lingkungan terdekat, bahkan persoalan dalam rumah tangga akibat perbedaan cara pandang terhadap autisme.

Isti sendiri mengisahkan perjuangan pribadi saat mendampingi putrinya yang kini duduk di bangku kelas 5 dan menyandang autisme. Ia mengaku sempat menyangkal diagnosis tersebut hingga akhirnya menerima saat sang anak berusia lima tahun. Bahkan, Isti sempat menjalani terapi karena mengalami depresi.

Sains dan Empati Berjalan Beriringan

Yang membuat buku ini istimewa adalah perpaduan antara kisah inspiratif dan fakta ilmiah. Di setiap bab, Isti menambahkan penjelasan berbasis riset mengenai autisme, termasuk karakteristik khas individu autistik serta pendekatan terapi yang sesuai.

Menurut Dr. Dante Rigmalia, M.Pd, Ketua Komisi Nasional Disabilitas RI yang menulis kata pengantar buku, karya ini adalah potret nyata perjuangan, harapan, dan cinta yang menyelimuti keluarga dengan anak autistik.

“Buku ini menunjukkan bahwa dengan dukungan yang tepat, individu autistik dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Ia juga mengajak kita untuk melihat autisme tidak hanya dari sisi tantangan, tetapi juga sebagai fenomena biologis yang kompleks,” tulis Dante.

Sudrajat, salah satu penulis, mengungkapkan bahwa ketertarikannya menulis isu autisme dipicu oleh film-film seperti Rain Man dan Forrest Gump yang menggambarkan tokoh dengan kebutuhan khusus. Ia mengaku semakin terinspirasi saat melihat perjuangan orang tua dalam mendampingi anak-anak mereka. “Kesabaran mereka benar-benar seluas samudera,” ujarnya.

Buku “Pada Suatu Hari” bukan hanya bahan bacaan, tetapi juga jendela untuk memahami lebih dalam dunia autisme—dari perspektif keluarga yang berjuang, hingga wawasan akademik yang memperkaya pemahaman. (Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |