OJK angkat suara soal SLIK yang disebut sebagai biang utama gagalnya MBR menerima program KPR FLPP(Dok. VOI)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan hanya segelintir calon debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang terkendala akibat catatan di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
“Kami sudah verifikasi dan tukar data. Jumlahnya sangat kecil. Hanya sebagian kecil yang ditolak karena SLIK,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dikutip dari Antara, Rabu (22/10).
Dari total 103 ribu pemohon, hanya sekitar 3 ribu yang terindikasi bermasalah pada SLIK. OJK pun membuka kanal pengaduan khusus melalui Kontak OJK 157, sesuai usulan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, namun laporan yang masuk hanya sekitar 20 kasus dan seluruhnya telah diselesaikan.
“Sebagian besar penolakan KPR justru disebabkan faktor lain seperti kelayakan debitur, agunan, usia, dan syarat administratif,” jelas Mahendra.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menambahkan hasil klarifikasi individu menunjukkan SLIK bukan faktor penentu dalam proses pengajuan KPR FLPP.
Meski demikian, OJK mendukung pemerintah memperpanjang kebijakan hapus buku dan hapus tagih sebagaimana diatur dalam PP Nomor 47 Tahun 2024, yang telah berakhir pada 5 Mei 2025. Kebijakan tersebut dinilai efektif memperluas akses pembiayaan, karena menghapus catatan negatif debitur kecil dalam daftar SLIK.
“Itu harapan kami, agar perpanjangan PP 47/2024 bisa segera terealisasi. Persoalan teknis bisa kami tangani dengan cepat,” ujar Dian.
Sebelumnya, Menteri PKP Maruarar Sirait mengusulkan penghapusan kredit macet di bawah Rp1 juta guna mempercepat penyerapan program FLPP. Para pengembang pun disebut siap menanggung nilai kredit macet tersebut.
Namun, hasil pendataan BP Tapera yang diminta oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menunjukkan hanya sekitar 100 calon debitur yang benar-benar terdampak masalah SLIK. Dengan demikian, menurut Purbaya, SLIK bukan hambatan utama dalam penyaluran KPR bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ia meminta BP Tapera menelusuri hambatan lain di luar aspek tersebut. (Z-10)


















































