
NORWEGIA meluncurkan skema baru untuk menarik peneliti internasional papan atas, di tengah meningkatnya tekanan terhadap kebebasan akademik di Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump.
Mengikuti jejak sejumlah institusi di Eropa, Dewan Riset Norwegia, Rabu (23/4), meluncurkan dana sebesar 100 juta kroner (sekitar Rp140 miliar) untuk mempermudah perekrutan peneliti dari negara lain.
Inisiatif ini terbuka bagi peneliti dari seluruh dunia. Program ini diperluas dan dipercepat setelah pemerintahan Trump mengumumkan pemangkasan anggaran besar-besaran bulan lalu.
Pengumuman Norwegia ini datang menjelang kunjungan Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Støre, ke Gedung Putih bersama Menteri Keuangannya, Jens Stoltenberg, yang juga mantan Sekretaris Jenderal NATO. Topik yang diperkirakan akan dibahas antara lain keamanan, pertahanan, Ukraina, tarif, dan perdagangan.
“Penting bagi Norwegia untuk bersikap proaktif dalam situasi yang menantang terhadap kebebasan akademik. Kami bisa memberikan dampak bagi peneliti-peneliti unggul dan pengetahuan yang penting, dan kami ingin melakukannya secepat mungkin,” ujar Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Norwegia, Sigrun Aasland.
“Kebebasan akademik sedang berada di bawah tekanan di AS, dan ini adalah posisi yang tidak menentu bagi banyak peneliti di negara yang selama beberapa dekade telah menjadi pemimpin dunia dalam ilmu pengetahuan,” imbuh Aasland.
Dewan Riset Norwegia menyatakan mereka akan membuka panggilan proposal bulan depan untuk bidang-bidang seperti iklim, kesehatan, energi, dan kecerdasan buatan. Skema ini direncanakan akan berlangsung selama beberapa tahun, dengan alokasi 100 juta kroner yang telah disiapkan untuk tahun 2026.
“Ini sangat relevan dengan situasi di AS. Kebebasan akademik sedang ditekan dan pendanaan sedang dipotong,” ujar Mari Sundli Tveit, CEO Dewan Riset Norwegia.
Negara lain yang mengambil langkah serupa termasuk Prancis, di mana hampir 300 akademisi telah mengajukan lamaran ke Universitas Aix-Marseille setelah universitas tersebut menawarkan untuk menampung peneliti-peneliti berbasis di AS. Mantan Presiden Prancis François Hollande juga menyerukan penciptaan status “pengungsi ilmiah” bagi akademisi yang berada dalam posisi terancam.
Universitas Vrije Universiteit Brussel di Belgia juga telah membuka posisi pascadoktoral baru yang ditujukan bagi warga Amerika, dan Belanda menyatakan akan meluncurkan dana khusus untuk menarik peneliti ke sana. (The Guardian/Z-2)