
KEMENTERIAN Hak Asasi Manusia (HAM) secara intensif terus melakukan upaya rekonsiliasi dan perdamaian di tanah Papua. Persoalan pengungsi di sejumlah titik juga dipandang menjadi perhatian khusus, salah satunya tempat pengungsi di wilayah Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya.
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan, menegaskan siklus penderitaan di tanah Papua harus segera diakhiri. Selain itu, harus ada upaya untuk mendorong penanganan pengungsi yang berlandaskan HAM.
“Papua yang semua warganya merasa aman, adil, sejahtera, dan bahagia akan dapat terwujud dengan semangat kemanusiaan universal dan perdamaian abadi,” jelas Munafrizal dalam dialog bersama Wakil Gubernur Papua Barat Daya dan Wakil Bupati Maybrat serta Forkopimda, di Sorong, Kamis (24/4).
Munafrizal memaparkan terkait penanganan pengungsi, pihaknya sudah melakukan sejumlah langkah terukur yang diperlukan. Sementara dalam jangka pendek, menurutnya, harus dipastikan kebutuhan hidup dasar dan hak-hak asasi para pengungsi di Papua dipenuhi oleh negara.
Adapun untuk langkah jangka menengah, lanjut dia, diperlukan upaya agar para pengungsi dapat kembali ke tempat tinggal asalnya dengan aman dan dapat menjalani kehidupan normal dengan damai.
“Pada akhirnya pengentasan persoalan pengungsi di Papua mensyaratkan spiral kekerasan harus dihentikan agar tercipta kehidupan aman dan damai di tanah Papua,” katanya.
Hingga kini, 1.048 kepala keluarga (KK) yang mengungsi dari distrik Aifat Selatan dan distrik Aifat Timur Raya telah kembali. Sebelumnya, pascakonflik sosial terakhir 2022 terdapat 1.220 KK yang menjadi pengungsi.
“Kami mengapresiasi penanganan pengungsi yang selama ini dikerjakan pihak pemerintah Kabupaten Maybrat sehingga sebagian besar pengungsi dapat kembali ke kampung halaman mereka masing-masing,” ungkap Munafrizal.
Munafrizal juga mengajak semua pihak agar menghargai hak hidup manusia dengan menghentikan segala tindak kekerasan di tanah Papua.
“Anak-anak Papua berhak memperoleh masa depan kehidupan lebih baik. Sungguh tega dan tidak adil membuat masa depan mereka terombang-ambing dan tak menentu akibat konflik yang tidak berakhir,” tukasnya.
Selain itu, Munafrizal menekankan yang dibutuhkan Papua bukan keberanian untuk saling membunuh, tapi keberanian untuk saling berdialog di antara para pihak berkonflik. Menurut dia, banyak kasus konflik di dunia yang mengajarkan tidak ada penyelesaian konflik atau resolusi konflik tanpa kesediaan berdialog.
“Saya percaya, sekali perdamaian jangka panjang terwujud di Papua maka akan lebih terbuka jalan menuju kemajuan dan kesejahteraan untuk Papua,” imbuhnya.
Staf Khusus Menteri HAM Bidang Isu Strategis Fajrimei A Gofar, menyoroti seputar pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) berkaitan dengan hak anak atas makanan bergizi. Ia menekankan perlu ada treatment khusus dalam pelaksanaan MBG di Papua Barat Daya.
“Karena kondisi Papua Barat Daya ini memang secara geografis terdiri dari pulau-pulau kecil dan masyarakatnya tidak terkonsentrasi di satu wilayah sehingga perlu upaya khusus dalam mengimplementasikan program MBG,” katanya. (Dev/P-2)