PERUSAHAAN keamanan siber independen asal Bali, Sawah Cyber Security, mengumumkan dukungan dan partisipasinya sebagai sponsor dalam ajang National Cyber Security Connect (NCSC) 2025.
Acara nasional yang akan digelar pada 29-30 Oktober 2025 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan itu, akan menjadi wadah bagi berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat strategi ketahanan siber nasional. Kehadiran Sawah Cyber Security menjadi penegasan bahwa perusahaan dari daerah, bahkan yang beroperasi jauh dari pusat bisnis seperti Jakarta, mampu bersaing di tingkat nasional dan memberikan kontribusi nyata bagi keamanan digital Indonesia.
"Keamanan siber harus menjadi misi nasional yang dikerjakan secara bersama. Tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah, pusat industri di Jakarta, atau perusahaan besar saja," kata CEO Sawah Cyber Security, Jeffrey Jansen dalam keterangannya, Minggu (26/10).
Selama 15 tahun beroperasi, Sawah Cyber Security telah mengasah keahlian dengan memadukan wawasan dan praktik terbaik dari Belanda, Indonesia, dan Jepang.
Pendekatan lintas negara tersebut membentuk standar layanan keamanan siber yang tidak hanya relevan di Indonesia, tetapi juga berkelas internasional. Jeffrey menegaskan bahwa seluruh kota, termasuk daerah kecil, harus menjadi bagian penting dalam strategi keamanan nasional agar ketahanan digital dapat tumbuh merata.
Dalam riset keamanan siber independen yang dilakukan perusahaannya, Sawah Cyber Security menemukan bahwa 9 dari 10 perusahaan di Bali dan sekitarnya masih rentan terhadap ancaman keamanan serius.
Selain itu, hasil kolaborasi dengan universitas di Bali menunjukkan belum adanya program studi yang secara khusus melahirkan lulusan dengan keahlian di bidang keamanan siber. Kondisi ini, menurut Jeffrey, menunjukkan lemahnya fondasi pengembangan talenta siber di tingkat daerah.
"Berbagai studi telah menyoroti kelemahan tata kelola keamanan siber di Indonesia dan kurangnya pengawasan yang efektif. Setiap hari kami menyaksikan cara pandang yang serupa terhadap isu ini," ujarnya.
Ia menambahkan, Sawah Cyber Security berupaya mengubah perspektif tersebut dengan mengedepankan strategi yang berbasis kolaborasi dan peningkatan kapasitas masyarakat digital. Jeffrey juga menyoroti kelemahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menurutnya belum mampu mengakomodasi partisipasi publik secara positif dalam keamanan siber.
"UU ITE memiliki banyak kelemahan, misalnya sensor internet yang sudah 15 tahun diberlakukan, namun mudah dilewati dengan VPN yang dikenal hampir semua warga. Ini adalah peluang besar yang terlewatkan oleh pemerintah untuk memanfaatkan komunitasnya secara positif," ucapnya.
Dengan pengalaman internasionalnya, Sawah Cyber Security ingin berperan aktif dalam membangun fondasi keamanan siber nasional yang lebih kuat.
"Dengan mengadopsi praktik terbaik dari pengalaman kami di Belanda dan Jepang, kami berharap dapat membantu membangun fondasi keamanan siber Indonesia sekaligus berkontribusi pada tujuan nasional yang lebih luas," tuturnya.
Partisipasi Sawah Cyber Security di NCSC 2025 diharapkan menjadi momentum penting untuk memperluas jejaring kolaborasi antara pelaku industri, instansi pemerintah, dan komunitas keamanan siber di seluruh Indonesia. Bagi perusahaan ini, keamanan siber bukan hanya urusan teknologi, melainkan gerakan kolektif nasional yang menuntut sinergi dari pusat hingga daerah. (E-4)


















































