
PERPUSTAKAAN Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) menegaskan pentingnya mengarusutamakan Naskah Nusantara agar tidak termarjinalkan dari arus utama pengetahuan dan kebudayaan bangsa. Hal tersebut disampaikan Kepala Perpusnas, E. Aminudin Aziz, dalam Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara XX di Auditorium Lantai 2 Perpusnas, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Simposium bertema “Naskah Nusantara: Ingatan Kolektif dan Masa Depan Filologi Indonesia” ini terselenggara atas kerja sama Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA), Perpusnas, dan Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam pidato kuncinya berjudul “Sungai Mengalir dari Hulu ke Hilir: Mengarusutamakan Ingatan Kolektif bagi Generasi Emas”, Kepala Perpusnas menyampaikan bahwa Perpusnas merupakan rumah kedua bagi para filolog, akademisi, dan peneliti naskah.
Ia kemudian menekankan makna tema simposium tahun ini yang mempertemukan masa lalu dan masa depan melalui penguatan ingatan kolektif bangsa. “Naskah Nusantara ibarat sungai yang mengalir dari hulu ke hilir. Hulunya adalah manuskrip yang ditulis leluhur kita, hilirnya adalah pemahaman generasi kini dan mendatang. Tugas kita semua adalah memastikan aliran sungai ini tidak terputus hingga samudra kesadaran kolektif bangsa Indonesia,” ujarnya.
Kepala Perpusnas menjelaskan bahwa pengarusutamaan naskah Nusantara merupakan satu dari tiga program prioritas lembaga yang ia pimpin, bersama penguatan budaya baca dan standardisasi perpustakaan di seluruh Indonesia. “Bagi kami, urusan naskah ini bisa disebut sepertiga dari tugas utama Perpusnas,” tambahnya.
Ia mencontohkan perjalanan naskah Babad Diponegoro. Naskah tersebut menjadi bagian dari UNESCO Memory of the World sejak 2013 namun baru direstorasi tahun 2019 melalui kolaborasi internasional.
Perpusnas memanfaatkan momentum 200 tahun Perang Jawa 2025 untuk menghidupkan kembali nilai perjuangan Diponegoro melalui pameran. Perpusnas juga melakukan penerbitan ulang naskah dalam bahasa Indonesia, digitalisasi di portal Khastara, pementasan teater, hingga komik anak Diponegoro Series. Rencananya, komik tersebut akan didistribusikan ke 6.500 perpustakaan desa dan taman bacaan masyarakat (TBM), serta tersedia gratis di aplikasi iPusnas.
“Melestarikan naskah bukan berarti menyimpannya di ruang tertutup, melainkan memanfaatkannya agar masyarakat mengetahui nilai dari harta karun tersebut,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kepala Perpusnas menyatakan bahwa dampak perayaan ini pun terasa luas. Pameran utamanya dikunjungi lebih dari 56.000 pengunjung dalam satu bulan. Sementara, tayangan digitalnya di kanal YouTube Perpusnas ditonton lebih dari 36.562 pemirsa. Lebih dari 100 media nasional dan daring turut meliput, termasuk Kompas, Tempo, dan National Geographic Indonesia, yang menulis laporan mendalam tentang upaya pelestarian naskah Babad Diponegoro.
“Angka ini menunjukkan bahwa naskah dan sejarah tidak hanya relevan di masa lalu, tetapi hidup kembali ketika kita kemas dengan cara yang dekat dengan masyarakat,” terangnya.
Kepala Perpusnas menegaskan, keberhasilan program pengarusutamaan naskah sangat bergantung pada dukungan ekosistem pernaskahan yang kuat, kebijakan anggaran yang memadai, serta keberpihakan negara terhadap pemajuan literasi dan kebudayaan. “Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, dan sejarah hanya akan hidup jika kita mampu menjaga serta memanfaatkan sumber-sumbernya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, rangkaian simposium dilengkapi dengan penyerahan Sertifikat Penetapan Naskah Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2025 kepada lima pengusul naskah Nusantara dari berbagai daerah, serta penampilan seni bertema manuskrip Nusantara.
Momen ini juga dihadiri oleh para pakar dari dalam dan luar negeri, termasuk Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR-ABS) BRIN Herry Yogaswara, Kepala Bagian Asia Tenggara British Library Annabel Gallop, dan Ketua Departemen Sastra Daerah FIB Universitas Hasanuddin Muhlis Hadrawi.
Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara merupakan forum ilmiah dua tahunan yang mempertemukan para peneliti, filolog, akademisi, dan pemerhati naskah dari berbagai negara. Tahun 2025 ini juga digelar bersamaan dengan Musyawarah Nasional VIII MANASSA guna memperkuat kaderisasi dan organisasi di bidang pernaskahan. (H-2)