Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi Partai NasDem Willy Aditya(MI/Susanto)
                            MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan 30% keterwakilan perempuan di setiap pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) DPR. Keterwakilan perempuan itu harus ada dari anggota hingga pimpinan AKD.
Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi Partai NasDem Willy Aditya menilai putusan MK tersebut sebagai langkah progresif.
Menurutnya, keputusan itu melengkapi syarat keterwakilan perempuan yang telah menjadi aturan dalam sistem pemilu.
“Putusan ini progresif, jadi dari hulu hingga hilirnya sebangun. Ada keterwakilan perempuan yang proporsional. Ini keputusan penting yang saya kira akan diapresiasi semua pihak,” jelas Willy melalui keterangannya, Selasa (4/11).
Willy mengatakan perspektif perempuan sangat dibutuhkan di dalam setiap proses pelaksanaan kewenangan DPR.
Ia mengatakan putusan MK ini bukan hanya keseimbangan dan keadilan gender dalam konteks fisik, melainkan juga dalam perspektif kelegislasian, penganggaran, dan pengawasan eksekutif.
“Pikiran-pikiran terbaik perempuan di DPR akan memiliki ruang yang semakin luas di dalam pembahasan legislasi, anggaran dan pengawasan. Ini tentu akan menjadi jalan untuk mencapai produk kewenangan DPR yang lebih baik,” katanya.
Sebagai Ketua Komisi XIII yang membawahi bidang hak asasi manusia Willy menegaskan bahwa putusan MK semakin menambah prestasi Indonesia dalam komitmen pemenuhan hak asasi manusia.
Keputusan itu, menurutnya, bahkan jauh lebih hebat ketimbang negara-negara yang dikatakan menjalankan demokrasi modern.
Di negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, kata ia, keterwakilan proporsional atau sistem paritas hanya menjadi diskresi pimpinan parlemen/dewan atau fraksi partai.
“Hanya terhitung jari negara yang mengatur detail keterwakilan perempuan di parlemen secara proporsional di tingkat undang-undangnya, dan Indonesia kini menjadi salah satunya. Mayoritas negara hanya mengatur sampai kuota elektoral di tingkat undang-undang atau mengaturnya di undang-undang tentang kesetaraan khusus, bukan di UU Parlemennya. Kita patut bersyukur untuk ini. Kita lebih dari Amerika dan Uni Eropa jika dibandingkan,” tegasnya.
Dengan putusan MK terbaru itu maka DPR perlu menyesuaikan tata tertibnya untuk mengimplementasikan secara sebangun.
“Putusan progresif ini tentu perlu diejawantahkan di dalam tata-tertib DPR. Saya kira pimpinan DPR dan AKD terkait akan segera bekerja untuk menyambut putusan MK ini. Kita tunggu kabar baiknya segera,” pungkasnya. (Z-1)


















































