
SEBUAH monumen tampak berdiri megah dan artistik di kawasan pemerintahan Provinsi Bali di Kota Denpasar, Bali. Bangunan tersebut berbentuk bajra (genta), yang melambangkan kekuatan dan keberanian, serta sering digunakan dalam upacara keagamaan Hindu. Di dalamnya terpampang puluhan diorama yang menggambarkan kehidupan masyarakat Bali dari zaman prasejarah hingga masa kemerdekaan.
Sejarahwan Bali, I Gusti Ngurah Seramasara menceritakan, masyarakat Bali sangat menghargai sejarah dan merawat budaya nenek moyang mereka. Banyak tradisi yang terus dilestarikan dan diwariskan secara turun temurun.
"Sebanyak 33 diorama yang ada di Museum Bajra Sandhi banyak menceritakan perjalanan masyarakat Bali, dari masa pra sejarah, penjajahan, hingga masa kemerdekaan," kata dia kepada awak media yang bertugas di gedung DPRD DIY, Selasa (24/6).
Dalam salah satu diorama, kehidupan masyarakat Bali digambarkan sudah ada pada masa berburu dan meramu pada 3000 SM. Lalu,, diorama selanjutnya digambarkan Bali pada masa perundagian, yaitu 2000 SM. Diorama-diorama kemudian bergerak maju dari masa Majapahit, perlawanan terhadap penjajah, hingga masa kemerdekaan.
I Gusti Ngurah Seramasara menceritakan, bangunan yang diresmikan Presiden Megawati Soekarno Putri pada 14 Juni 2003, ini tidak hanya memiliki nilai filosofi Hindu, tetapi juga sarat akan simbol kemerdekaan.
Anak tangga yang berada di pintu utama monumen berjumlah 17. Tiang agung yang berada di bagian dalam monumen jumlahnya 8 yang memiliki ketinggian 45 meter. Angka-angka tersebut adalah tanggal kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Kepala UPTD Monumen Perjuangan Rakyat Bali, I Gede Nova Widiarta, menyampaikan, pengelolaan Museum Bali dan Museum Bajra Sandhi di bawah Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
"Kami rutin menyosialisasikan kepada pelajar untuk berkunjung ke museum, misalnya, lewat kegiatan museum keliling," kata dia. Dengan kegiatan ini, para pelajar diinformasikan tentang koleksi-koleksi museum dan pentingnya pengetahuan sejarah bagi kemajuan peradaban bangsa.
"Kunjungan rata-rata ke museum sekitar 300 perhari dan pengunjung paling banyak sampai 2000 orang sehari," kata dia.
Selain Museum Bajra Sandhi, sejarah bangsa di Bali bisa dipelajari di Museum Bali. Di tempat ini ada beberapa paviliun, yaitu Paviliun Badung, Paviliun Buleleng, dan Paviliun Tabanan.
Di Paviliun Badung tersimpan peralatan-peralatan yang digunakan oleh manusia selama masa berburu dan bercocok taman, periode budidaya, dan periode metalik. Di dekatnya berdiri bale kulkul yang tinggi menjulang, yang masa lalu menjadi tempat untuk mengumpulkan penduduk.
Di tengah kompleks tersebut berdiri Paviliun Buleleng. Bangunan ini memiiki gaya khas Pura di Bali utara. Anjungan ini memiliki koleksi pakaian Bali termasuk kipasntradisional Bali.
Di bagian utara terdapat Paviliun Tabanan. Koleksi-koleksi yang ditampilkan adalah peralatan tari seperti kostum tari, semua jenis topeng untuk tarian topeng, wayang kulit, keris (pedang tradisional Bali) untuk tari Calonarang, dan juga beberapa patung kuno.
Nilai Pancasila
Setelah melihat dua museum di Bali bersama awak media dan anggota Komisi A DPRD DIY, Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto menilai, Bali merawat sejarahnya dengan sangat baik sehingga mampu memberi makna dan merefleksikan kembali nilai-nilai Pancasila.
Museum-museum yang ada di Bali memiliki bangunan artistik dan koleksi-koleksinya disajikan secara menarik sehingga banyak masyarakat yang datang, baik dari dalam maupun luar negeri.
Eko mengatakan, benda-benda dan diorama sejarah bangsa dengan bangunan yang artistik yang ditampilkan di dua museum itu sejalan dengan pembelajaran Pancasila. "Dalam konteks Sinau Pancasila maka pembelajaran bisa dimulai dari belajar sejarah," kata Eko di kepada awak media yang bertugas di DPRD DIY, Rabu (25/6)
Kunjungan kedua museum di Bali bisa menjadi inspirasi bagi awak media dan anggota Komisi A DPRD DIY agar lebih serius dalam melaksanakan Sinau Pancasila, baik secara formal, nonformal dan informal agar nasionalisme Indonesia makin kokoh.
Ia menambahkan, Pemda DIY sudah memiliki Perda Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan. "Rasanya pas inspirasi dari Museum Perjuangan Rakyat Bali dan Museum Bali, menjadi tempat belajar sejarah kaum muda," terang Eko.
Sebelumnya, kunjungan sinau sejarah oleh awak media dan Anggota DPRD DIY juga pernah mengunjungi Istana Kepresidenan Tampak Siring dan rumah ibu Ida Ayu Rai Srimben, ibunda Bung Karno, serta melihat SD tempat mengajar Sukemi ayah Soekarno, di Buleleng.
"Ke depan penting bagi pemda DIY mengembangkan situs bersejarah dalam rangka sinau Pancasila seperti yang sudah ada di Bali," tutup Eko Suwanto. (H-2)