MK Tolak Gugatan Wajibkan Semua Rapat DPR di Gedung Senayan: Fokusnya Keterbukaan, Bukan Tempat

3 hours ago 2
 Fokusnya Keterbukaan, Bukan Tempat Ilustrasi--Sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.(MI/Usman Iskandar)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terhadap Pasal 229 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yang meminta agar semua rapat DPR wajib digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

“Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 42/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, seperti dikutip Antara, Kamis (26/6).

Gugatan tersebut diajukan oleh advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dan mahasiswa Zidane Azharian Kemal Pasha. Mereka mengusulkan agar lokasi rapat DPR dipastikan selalu diadakan di Gedung Parlemen, kecuali dalam kondisi luar biasa yang menghambat penggunaan gedung, atau dalam agenda dengar pendapat di daerah demi menjamin partisipasi publik yang bermakna.

Namun, MK menyatakan bahwa permohonan tersebut keluar dari konteks norma Pasal 229 yang justru mengatur sifat rapat DPR, bukan lokasinya.

Menurut Mahkamah, norma Pasal 229 UU MD3 yang berbunyi “Semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup,” sejatinya telah mengatur secara spesifik sifat rapat di DPR.

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan hukum Mahkamah mengatakan pasal tersebut secara jelas mengatur sifat rapat parlemen, bukan tentang lokasi di mana rapat DPR harus diselenggarakan.

Mahkamah mengingatkan, Pasal 229 UU MD3 mengandung makna bahwa prinsip keterbukaan adalah yang utama dalam penyelenggaraan rapat DPR, tidak tergantung pada di mana rapat itu digelar. 

Sementara itu, sifat ketertutupan rapat merupakan pengecualian yang harus didasarkan pada alasan tertentu dan alasan tersebut disampaikan secara terbuka sebelum rapat yang bersifat tertutup dilakukan.

“Sedangkan tentang tempat diselenggarakannya rapat DPR, Mahkamah berpendapat hal tersebut bukan merupakan isu konstitusionalitas norma. Dengan demikian, menurut Mahkamah dalil para pemohon a quo (tersebut) adalah tidak beralasan menurut hukum,” ucap Guntur.

Putusan ini menegaskan bahwa keterbukaan informasi kepada publik tetap menjadi kewajiban utama DPR, tak peduli apakah rapat dilakukan di Senayan atau di tempat lain. (Ant/P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |