
MILITER Israel mengatakan bahwa mereka telah menyerang lebih dari 50 target musuh di seluruh Libanon selama bulan lalu, meskipun gencatan senjata pada November telah mengakhiri perang antara Israel dan militan Hizbullah.
Pada Minggu (27/4), Israel menyerang Beirut Selatan untuk ketiga kali sejak gencatan senjata yang rapuh pada 27 November mulai berlaku. Ini mendorong Presiden Libanon Joseph Aoun untuk meminta penjaminnya, Prancis dan Amerika Serikat (AS), untuk menghentikan gencatan senjata.
"Selama bulan lalu, IDF (militer) telah menyerang lebih dari 50 target 'teroris' di seluruh Libanon. Serangan ini dilakukan setelah pelanggaran gencatan senjata dan kesepahaman antara Israel dan Libanon yang menimbulkan ancaman bagi Negara Israel dan warganya," kata militer dalam pernyataan seperti dilansir Arab News, Selasa (29/4).
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan serangan Minggu menargetkan bangunan yang digunakan oleh Hizbullah untuk menyimpan rudal berpemandu presisi dan berjanji menghentikan kelompok militan yang didukung Iran itu menggunakan pinggiran selatan Beirut sebagai tempat berlindung yang aman.
Sementara itu, Pemimpin Hizbullah Naim Qassem mengatakan bahwa serangan itu tidak memiliki pembenaran apa pun dan menilai serangan politik yang bertujuan mengubah aturan dengan kekerasan.
Israel terus melakukan serangan rutin di Libanon meskipun ada gencatan senjata yang bertujuan menghentikan lebih dari setahun permusuhan dengan Hizbullah. Ini berpuncak pada kampanye pengeboman besar-besaran Israel dan serangan darat.
Berdasarkan kesepakatan itu, Hizbullah akan menarik pejuangnya ke utara Sungai Litani Libanon, sekitar 30 kilometer dari perbatasan Israel, dan membongkar infrastruktur militer yang tersisa di selatannya.
Israel akan menarik semua pasukannya dari Libanon Selatan, tetapi pasukan tetap berada di lima posisi yang dianggapnya strategis. (I-2)