
MEDIA Indonesia Institute menggelar pelatihan media handling dan strategi branding di era disrupsi digital untuk Biro Pemberitaan Parlemen Setjen DPR RI di Harris Hotel, Jakarta, Rabu (19/3).
Pelatihan kali ini menghadirkan Direktur Pemberitaan Media Indonesia Abdul Kohar sebagai pembicara yang membahas tentang media dan bagaimana cara mengakrabinya.
Kohar menjelaskan bagaimana bergaul dengan wartawan. Sebagai wartawan senior, Kohar menjelaskan bagaimana Biro Pemberitaan Parlemen Setjen DPR RI untuk menjalin relasi dengan wartawan.
Ia menjelaskan Biro Pemberitaan Parlemen harus mengenali kebutuhan wartawan di lingkup DPR akan informasi yang benar, lengkap, dan berbasis data.
"Informasinya yang menjelaskan atau mengklarifikasi suatu isu. Ketika wartawan membutuhkan informasi yang lengkap, berikan dan sampaikan. Jadi, karena Pemberitaan Parlemen jadi rujukan bagi media, maka seketika fungsi jurnalisme bekerja. Karena kita tahu mungkin ada wartawan yang memiliki keterbatasan, maka tugas Biro Pemberitaan Parlemen menjernihkan," kata Kohar.
Kohar mengatakan Biro Pemberitaan Parlemen perlu merespon cepat pertanyaan atau permohonan wawancara dari wartawan ketika ada isu yang membutuhkan klarifikasi. Ia mengatakan media massa yang tunduk pada kode etik jurnalistik akan membutuhkan jawaban atau klarifikasi dari sebuah isu yang berkembang.
Selanjutnya, Kohar mengatakan perlunya mengutamakan wartawan dari media yang terverikasi Dewan Pers tanpa menyinggung wartawan dari media yang tidak jelas. Ia mengatakan media yang terverikasi perlu diberi perhatian lebih dan menjalin hubungan yang erat dalam hal pemberitaan.
"Mengapa perlu memberikan prioritas kepada media yang terverikasi atau sudah jelas sehingga kita akan lebih memantain ketika ada isu yang perlu untuk diklarifikasi. Ketika ada krisis ada sesuatu yang membutuhkan bantuan yang dihandle itu wartawan, apalagi sudah akrab. Seharusnya lebih memudahkan," katanya.
Lebih lanjut, Kohar juga memaparkan tentang bagaimana menyiapkan pimpinan berbicara di depan wartawan. Ia mengatakan pimpinan perlu diberi arahan tentang media yang hadir dan fokus pada tema yang dibahas. Selain itu, perlu mengingatkan pimpinan agar tidak terpancing emosi atas pertanyaan atau desakan media.
"Respons isu sesuai klarifikasi. Kalau darurat jangan didiamkan. Kalau didiamkan akan menjadi isu liar yang potensial tidak bisa dikendalikan," katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Pemberitaan Parlemen Setjen DPR RI Indra Pahlevi mengungkapkan pelatihan bersama MI Institute ini merupakan yang kedua kalinya. Kali ini pelatihan tentang handling media diperlukan untuk meningkatkan kapasitas redaktur media cetak, online, tv, radio, dan media sosial, serta analis media Parlemen.
"Teman-teman di tim newsroom, kita udah bentuk newsroom ini beberapa waktu yang lalu dan terus berusaha untuk meningkatkan kapasitasnya walaupun sebelumnya teman-teman ini sudah juga bekerja secara masing-masing, karena di sini ada bagian media cetak, web, media sosial, televisi, dan radio. Nah ini bagian dari peningkatan kapasitas itu kita bekerja sama dengan Media Indonesia Institute," katanya.
Indra mengungkapkan dalam era digital yang semakin berkembang pesat, hubungan yang baik antara institusi dengan media merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Sebagai Biro Pemberitaan Parlemen, pihaknya memiliki tugas utama untuk menyampaikan informasi parlemen kepada masyarakat dengan akurat, transparan, dan menarik.
"Oleh karena itu penting bagi kita untuk memiliki strategi yang tepat dalam menjalin hubungan dengan media agar pemberitaan tentang parlemen semakin kredibel dan berkualitas. Nah ini memang, saya pikir Pak Kohar sangat paham ya, tentang bagaimana menjalin hubungan dengan media di tengah persepsi publik, apalagi jika ada krisis kita sebut, di lingkup DPR, itu memang semakin tidak mudah untuk kita bagaimana mendeliver informasi," katanya.
"Melalui pelatihan ini kita akan membahas bagaimana cara mengakrabkan diri dengan media. Dalam hal ini bukan hanya soal bagaimana kita memberikan informasi kepada media, tapi juga bagaimana kita membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan," tambahnya.
Lebih lanjut, Indra mengungkapkan tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana membangun dan memperkuat branding institusi di tengah era distribusi digital. Dalam era ini identitas dan citra sebuah institusi diperoleh dari bagaimana ia berkomunikasi dengan publik melalui berbagai platform, baik media konvensional maupun media digital.
"Branding bukan hanya soal logo atau tagline, tetapi bagaimana masyarakat memandang dan mempercayai lembaga kita. Ini PR besar kita dari tahun ke tahun ya. Oleh karena itu kita harus mampu mengelola persepsi publik dengan strategi komunikasi yang efektif, inovatif, dan adaptif terhadap perubahan zaman," pungkasnya.(Faj/P-3)