Menpora Erick Thohir menampik anggapan bahwa IOC telah sepenuhnya membekukan partisipasi Indonesia dalam kegiatan olahraga internasional.(Antara)
ISU pembekuan status Indonesia di kancah olahraga internasional usai peringatan dari Komite Olimpiade Internasional (IOC) akhirnya diklarifikasi. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir menegaskan bahwa status olahraga Indonesia tidak dibekukan, dan pemerintah memastikan Indonesia tetap aktif berpartisipasi dalam berbagai ajang olahraga dunia.
Peringatan dari IOC muncul setelah Pemerintah Indonesia menolak pemberian visa bagi atlet Israel yang seharusnya tampil di Kejuaraan Dunia Gimnastik 2025 di Jakarta. Keputusan ini sempat menarik perhatian internasional, namun Erick Thohir menilai persoalan tersebut masih bisa diatasi melalui jalur diplomasi dan dialog konstruktif.
“Ada event-event internasional yang harus kita ikuti seperti SEA Games, Asian Games. Jangan sampai (anggapannya) kita seakan-akan dibekukan tidak bisa mengirim atlet. Kita masih mengirim atlet,” ujar Erick dalam jumpa pers di Kemenpora, Jakarta, Jumat (24/10).
Erick Thohir: Indonesia masih Bisa Bernegosiasi dengan IOC
Erick Thohir menegaskan langkah pemerintah terkait isu atlet Israel dilakukan berdasarkan prinsip konstitusi dan pertimbangan keamanan nasional. Ia juga menampik anggapan bahwa IOC telah sepenuhnya membekukan partisipasi Indonesia dalam kegiatan olahraga internasional.
Meski IOC telah mengeluarkan keputusan yang membatasi Indonesia untuk menjadi tuan rumah Olimpiade, Olimpiade Remaja, dan ajang di bawah payung IOC, Erick optimistis bahwa keputusan tersebut masih bisa dinegosiasikan.
Menpora mengungkapkan bahwa ia telah mendorong Komite Olimpiade Indonesia (KOI/NOC Indonesia) untuk melakukan pendekatan diplomatik intensif dengan IOC guna mencari solusi terbaik.
"IOC merekomendasikan, bukan menyetop. Itulah kenapa Ketua Umum KOI saya minta juga untuk mulai melakukan negosiasi,” tutup Erick, memperkuat bahwa keputusan IOC lebih bersifat rekomendasi yang masih terbuka untuk dibicarakan, bukan larangan mutlak. (Dhk/I-1)


















































