Menguatkan Perempuan, Mengokohkan Peradaban Bangsa

4 hours ago 3

loading...

Dr. Ariani Selviana Pardosi, M.Pd, Pengajar dan Pemerhati Pendidikan Keluarga. Foto/Dok. SindoNews

Dr. Ariani Selviana Pardosi, M.Pd.
Pengajar dan Pemerhati Pendidikan Keluarga

WACANA tentang perempuan kerap berhenti pada dua kutub ekstrem yakni glorifikasi peran domestik atau tuntutan kesetaraan struktural. Keduanya penting, namun belum menyentuh akar persoalan. Hal fundamental yang sering luput dari perhatian publik adalah perempuan sebagai penjaga kualitas generasi.

Dalam berbagai forum diskusi, topik tentang kontribusi perempuan dalam pembangunan, kesetaraan gender, dan emansipasi kerap mendominasi, tetapi penguatan perempuan sebagai agenda peradaban justru belum ditempatkan sebagai prioritas. Padahal, kualitas masa depan bangsa sangat ditentukan oleh sejauh mana perempuan dikuatkan dalam peran strategisnya membentuk generasi.

Bangsa yang besar tidak hanya ditentukan oleh kekuatan ekonomi, kemajuan teknologi, atau stabilitas politik, tetapi oleh kualitas manusia yang dibentuk sejak awal kehidupan. Dalam proses inilah perempuan hadir paling awal dan paling dekat.

Perempuan bukan hanya melahirkan kehidupan, tetapi menjaga kualitas kehidupan melalui penanaman nilai, pembentukan karakter, kematangan emosi, dan arah hidup generasi. Karena kepemimpinan bangsa akan selalu beralih ke generasi berikutnya, mengabaikan proses pembentukan generasi sama artinya dengan mempertaruhkan masa depan Indonesia.

Perempuan dan Arah Kualitas Bangsa
Perempuan bukan sekadar bagian dari populasi, melainkan penentu arah kualitas generasi. Dalam keluarga, perempuan berperan sebagai pendidik pertama sekaligus penjaga iklim emosional. Ungkapan bahwa ibu adalah guru pertama dan utama bukan sekadar slogan, melainkan refleksi dari realitas pengasuhan sejak usia dini.

Banyak figur besar lahir dari proses didikan seorang ibu yang hadir secara konsisten dalam pembentukan nilai, karakter, dan emosi anak. Bukan untuk meniadakan peran ayah, tetapi karena dalam banyak keluarga, ibu memiliki intensitas interaksi yang lebih tinggi pada fase awal kehidupan anak, sehingga pengaruhnya menjadi sangat menentukan.

Sejumlah pemikir menempatkan peran perempuan sebagai elemen kunci dalam pembentukan masyarakat yang baik. Filsuf China Confucius, misalnya, menegaskan bahwa harmoni sosial berakar dari keluarga.

Pandangan ini menempatkan perempuan sebagai penjaga etika, tata krama, dan keseimbangan moral rumah tangga. Ketika keluarga rapuh, masyarakat ikut rapuh; dan ketika perempuan di dalam keluarga tidak dikuatkan, bangsa sesungguhnya sedang menanam benih krisis jangka panjang.

Gagasan ini sejalan dengan pemikiran Ellen G. White, penulis dan pemikir religius, yang menyebut pekerjaan seorang ibu sebagai pekerjaan yang sangat penting dan kudus, bahkan menyebut ibu sebagai ratu di rumah yang pengaruhnya membentuk kehidupan anak-anaknya. Pernyataan ini menegaskan bahwa penguatan perempuan bukan semata soal hak, melainkan juga panggilan dan tanggung jawab moral lintas generasi. Maka, membicarakan masa depan bangsa tanpa membicarakan penguatan perempuan adalah diskursus yang timpang.

Perempuan di Persimpangan Zaman
Di tengah meningkatnya kesadaran global tentang peran strategis perempuan, realitas yang dihadapi perempuan hari ini justru semakin kompleks. Di satu sisi, akses perempuan terhadap pendidikan dan ruang publik menunjukkan kemajuan yang signifikan.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |