
PENYANYI-PENULIS lagu asal Inggris, Matt Maltese, resmi merilis album keenamnya yang bertajuk Hers melalui The Orchard.
Album ini menjadi proyek paling personal dalam karier musiknya sejauh ini, sekaligus menandai kembalinya ia sebagai produser utama untuk pertama kalinya sejak album keduanya, Krystal.
Selama ini, Matt Maltese dikenal kerap dengan tema cinta dan patah hati sebagai sumber inspirasi musiknya.
Namun di album terbarunya, Hers, ia menawarkan sudut pandang yang lebih dewasa, menilik kembali hubungan jangka panjang dan kompleksitas cinta yang tidak selalu sederhana.
Semua dibungkus dalam gaya penulisan yang puitis dan tajam, seperti yang membuatnya dicintai, dengan balutan string yang lembut, tiupan woodwind, hingga dentingan piano tua yang berderit.
"Selama ini aku banyak menulis lagu yang lahir dari rasa jatuh cinta, tapi album ini justru tercipta dari refleksi atas hubungan jangka panjang dengan segala kerumitannya, keindahannya, dan patah hati yang datang dari tempat yang lebih dewasa,"ungkap Maltese. "Rasanya seperti punya waktu setahun untuk menulis satu email penting."
"Aku cukup British untuk merasa sedikit malu karena sudah menulis begitu banyak lagu cinta," tambahnya. "Mungkin secara konsep, akan lebih menarik kalau aku pergi ke belahan dunia lain dan bikin album tentang makhluk prasejarah atau semacamnya. Tapi pada akhirnya, kita semua manusia, urusancinta dan relasi adalah hal-hal yang terus menyentuh hidup kita. Sebagai penulis lagu, tugasku adalah menggali hal-hal yang kualami sendiri, dan itulah yang sedang kujalani saat membuat album ini."
Bersamaan dengan perilisan album ini, Matt juga merilis single terbaru berjudul Happy Birthday, sebuah renungan akan banyaknya perasaan yang bisa tersembunyi dalam ucapan sederhana antara dua orang.
"Aku tumbuh di masa ketika menulis Happy Birthday 108 kali setahun di wall Facebook orang lain tanpa tanda baca adalah hal yang wajar," ujar Maltese. "Dan sejak dulu aku merasa, menarik sekali kalau dipikir-pikir... ucapan yang kelihatannya polos, tapi sebenarnya menyimpan begitu banyak hal yang tak terucap antara si pengirim dan penerima."
"Ucapan yang secara sosial terasa sopan dan ringan, tapi jadi wadah bagi sejuta perasaan lain. Dan menurutku, dalam sebuah perpisahan, pesan Happy Birthday itu sering kali jadi hal terakhir yang masih dikirimkan. Kadang bisa terus berlanjut bertahun-tahun, jauh lebih lama daripada hubungan itu sendiri dan itu menarik buatku. Dari situ, aku mulai kepikiran untuk menjadikannya lagu. Judulnya mungkin terdengar ringan, tapi banyak kegelisahan yang tersembunyi di baliknya. Siapa tahu, suatu hari nanti orang-orang di seluruh dunia akan menyanyikan 'I'd break my legs in half...' dengan bahagia saat kue ulang tahun keluar. Atau mungkin enggak juga," pungkasnya. (Z-1)