Masih Tahap Finalisasi, Pemerintah Sebut Rencana Penunjukan Market Place sebagai Pemungut PPh Pasal 22 Bukan Pungutan Pajak Baru

5 hours ago 2
Masih Tahap Finalisasi, Pemerintah Sebut Rencana Penunjukan Market Place sebagai Pemungut PPh Pasal 22 Bukan Pungutan Pajak Baru Ilustrasi(Freepik.com)

DIREKTORAT Jenderal Pajak menjelaskan rencana pemerintah  untuk menunjuk marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) bukanlah pengenaan pajak baru.

"Ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk," jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Rosmauli.

Rosmauli menegaskan, pada prinsipnya, pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online. Ia memastikan kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar tersebut, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.

Menanggapi kekhawatiran pedagang kecil, Rosmauli mengatakan UMKM orang pribadi dengan omset di bawah Rp500 juta tetap tidak dipungut pajak. "Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromset sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku," jelasnya.

Tujuan utama regulasi ini, lanjutnya, untuk menciptakan keadilan dan kemudahan. Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkankepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.

Di sisi lain, Rosmauli mengatakan langkah ini dapat memperkuat pengawasan dan menutup celah shadow ekonomiy, khususnya dari pedagang onlineyang belum menjalankan kewajiban perpajakan. 

Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata.

Rosmauli menyatakan ketentuan ini masih dalam tahap finalisasi di internal pemerintah. "Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karena itu, apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap, dan transparan kepada publik," jelasnya.

Ia menambahkan, penyusunan ketentuan ini telah melalui proses meaningful participation, yakni kajian dan pembahasan bersama pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri ecommerce dan kementerian/lembaga terkait. 

Ia optimistis ke depan ketentuan ini dapat dilaksanakan dengan baik mengingat sejauh ini banyak dukungan yang disampaikan pada tujuan pemerintah dalam mendorong tata kelola pajak yang lebih adil dan efisien seturut dengan perkembangan teknologi
informasi.

Ciptakan Iklim Usaha Positif

Pada kesempatan terpisah, Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia Suryadi Sasmita menanggapi positif rencana pemerintah terkait kebijakan PPh untuk pedagang online.

"Kami sebagai pelaku usaha mendukung langkah pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengenaan Pajak Penghasilan final 0.5% bagi pelaku usaha online melalui skema Peraturan Pemerintah Nomor  55 tahun 2022 yang kita kenal sebagai PPh final UMKM," jelas Suryadi Sasmita.

Ia menuturkan, kebiakan tersebut bukan merupakan penerapan pajak baru, melainkan penyesuaian terhadap perkembangan model bisnis digital  dengan tarif yang ringan sebesar 0,5% dari peredaran bruto dan mekanisme pelaksanaan pembayaran yang sederhana, yaitu dipungut oleh marketplace

"Di era digitalisasi dan implementasi sistem inti perpajakan (Coretax), transparansi data akan semakin meningkat dan pemerintah niscaya memiliki akses terhadap informasi pelaku usaha yang belum sepenuhnya patuh," jelasnya.

Suryadi Sasmita juga mengimbau agar pelaku usaha online yang peredaran bruto usahanya di bawah Rp 500 juta per tahun tidak perlu khawatir, karena tidak akan dikenakan PPh final ini. 

"Kami mengajak para pelaku usaha online untuk mendukung penuh  kebijakan ini. Mari kita  bersama menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan. Kepatuhan bersama akan memperkuat fondasi ekonomi nasional yang inklusif menuju Indonesia Emas 2045," pungkasnya. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |