
SEJAK pagi ribuan warga berduyun-duyun berdatangan di Krapyak, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, di ruas jalan yang tidak terlalu lebar. Warga yang datang dari berbagai daerah terus berdesakan memasuki gang lebih sempit itu. Namun mereka tidak peduli dan terus merangsek maju menuju sebuah tenda yang dihias warna-warni.
Ribuan warga rela berdesakan memasuki dua gang di kelurahan di Kota Pekalongan tersebut, dengan satu tujuan yang sama yakni menyaksikan dan mengikuti ritual pemotongan kue lopis raksasa pada tradisi Syawalan. Tradisi ini telah berlangsung sejak 1956 dengan harapan ikut mendapatkan bagian meskipun hanya secuil.
Cuaca cukup cerah di koravtang berada di jalur pantura semakin membuat semangat warga terus mengalir ke pusat kegiatan Syawalan di Kota Pekalongan tersebut. Apalagi kue lopis raksasa tahun ini berukuran lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Kue ini yang dibuat warga Krapyak ini memiliki berat 2.041 kilogram dengan diameter 250 centimeter dan tinggi 235 centimeter.
Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan Djunaid yang kembali didaulat untuk memotong lopis raksasa untuk pertama kali terlihat sumringah. Ribuan warga yang duduk dan berdiri rapat sabar menunggu pembagian lopis yang dibuat khusus dengan bahan lebih dari setengah ton beras ketan, satu mobil pickup kelapa serta dimasak selama lima hari menggunakan satu truk kayu bakar.
"Banyak warga sekitar yang menjual lopis sepanjang jalan menuju ke sini. Namun mendapatkan potongan lopis raksasa ini terasa berbeda, sehingga kami rela antre dan menunggu pembagian," ujar Khasanah,45, warga Kota Semarang yang khusus datang ke Pekalongan untuk mengikuti ritual Syawalan tersebut.
Hal serupa juga diungkapkan Amri,50, warga Pemalang yang mengaku datang bersama rombongan menggunakan bus. Dia sengaja datang untuk mengikuti ritual Syawalan di Kota Pekalongan agar mendapatkan bagian lopis raksasa. "Kami datang dari subuh agar tidak terlalu padat, tapi samiaivfi sini sudah mulai penuh orang berdesakan," imbuhnya.
Ketua Pelaksana Acara Syawalan Krapyak Lor Pekalongan Muhammad Zuhdi Assyauqi mengatakan lopis raksasa yang dibuat warga tahun ini lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga dipastikan akan kembali memecahkan Museum Rekor Indonesia (MURI) seperti tahun lalu.
Pembuatan kue lopis raksasa pada Syawalan tahun ini, ungkap Muhammad Zuhdi Assyauqi, selain memakan waktu lebih lama, karena bahan utama beras ketan dan kelapa lebih banyak, juga harus memodifikasi kembali dandang untuk memasak dengan ukuran lebih besar sesuai dengan ukuran lopis yang dibuat.
Sejarah Lopis Raksasa
Tradisi Syawalan di Kota Pekalongan awalnya merupakan acara kunjungan ke rumah-rumah saudara, teman yang tinggal di Kelurahan Krapyak. Karena pada saat itu setiap tujuh hari setelah Hari Raya Idul Fitri warga akan membuka pintu rumah mereka untuk menerima tamu yang datang dengan suguhan khas makanan dari ketan dibungkus daun pisang (lopis).
Seiring berjalan, jumlah tamu yang datang dari berbagai daerah terus meningkat bahkan, jalan pada gang-gang penuh dengan tamu yang berkunjung. Akibatnya, banyak tuan rumah seharian hanya disibukkan untuk memasak kue lopis sebagai sajian khas untuk para tamu yang terus datang mengalir.
Kemudian pada 1956, dipelopori KH. Zainudin Ismail (almarhum) sejumlah anak muda terutama di Gang 8 Krapyak mencoba membuat lopis lebih besar dibanding ukuran normal yang rata-rata sepanjang 20-30 centimeter dengan diameter 3-5 centimeter. Ternyata lopis berukuran besar tersebut banyak peminatnya hingga langsung cepat habis.
Setelah kue berukuran besar itu diciptakan, setiap tahun ukuran terus dinaikkan menjadikan kue itu semakin menarik pengunjung Syawalan dan menjadi ikon daya tarik tradisi tahunan di Kota Pekalongan. Kue lopis yang awalnya hanya dapat dibagikan kepada puluhan orang meningkat menjadi ratusan orang dan kini ribuan orang dapat menikmati.
"Lopis raksasa yang berukuran besar menjadi simbol fisik dari perkembangan perayaan tradisi Syawalan khas Kota Pekalongan, sehingga acara Syawalan terasa lebih berkesan," kata Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan Djunaid.
Tidak ada referensi yang pasti mengapa lopis dipilih sebagai hidangan khas pada setiap Syawalan di Kota Pekalongan. Namun sejumlah pihak mengungkapkan itu merupakan simbol persaudaraan yang melekat pada setiap warga, mengingat makanan khas khas tersebut selain enak, gurih dan lengket saat dinikmati. (E-2)