 Warga Gaza yang berduka akibat anggota keluarganya tewas dalam serangan Israel.(Al Jazeera)
                                Warga Gaza yang berduka akibat anggota keluarganya tewas dalam serangan Israel.(Al Jazeera)
                            SATU laporan rahasia oleh lembaga pengawas pemerintah AS menemukan bahwa unit militer Israel melakukan ratusan potensi pelanggaran hukum hak asasi manusia AS di Jalur Gaza, Palestina. Ini akan membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi Departemen Luar Negeri untuk meninjaunya.
Itu menurut dua pejabat AS yang menyampaikan detailnya kepada The Washington Post, Jumat (31/10). Temuan Kantor Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri ini menandai pertama kali laporan pemerintah AS mengakui skala tindakan Israel di Gaza yang berada di bawah lingkup Hukum Leahy, undang-undang penting yang melarang bantuan keamanan AS kepada unit militer asing yang secara kredibel dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat.
Para pejabat AS, yang membahas detail laporan tersebut dengan syarat anonim karena isinya dirahasiakan, mengatakan bahwa temuan lembaga pengawas tersebut menimbulkan keraguan tentang prospek akuntabilitas atas tindakan Israel mengingat banyaknya insiden yang tertunda dan sifat proses peninjauan, yang bersifat menghormati Pasukan Pertahanan Israel.
"Yang saya khawatirkan yaitu akuntabilitas akan terlupakan sekarang karena kebisingan konflik mulai mereda," kata Charles Blaha, mantan pejabat Departemen Luar Negeri yang bertanggung jawab atas kantor yang menerapkan Hukum Leahy, saat diberi tahu tentang laporan tersebut.
Kantor inspektur jenderal menolak berkomentar untuk artikel ini tetapi telah mengakui keberadaan laporan tersebut di situs webnya. "Laporan ini berisi informasi yang bersifat Rahasia dan tidak tersedia untuk dilihat publik," kata laman web tersebut.
Departemen Luar Negeri dan IDF tidak menanggapi permintaan komentar.
Pembunuhan tujuh pekerja World Central Kitchen
Laporan tersebut diselesaikan hanya beberapa hari sebelum Israel dan Hamas menandatangani perjanjian gencatan senjata yang mencakup pembebasan sandera Israel yang masih hidup dengan imbalan tahanan Palestina, penarikan sebagian pasukan Israel, dan dimulai kembali sebagian bantuan kemanusiaan ke Gaza yang dilanda perang.
Meskipun gencatan senjata secara teknis masih berlaku, Selasa (28/10) menandai hari paling mematikan sejak perjanjian tersebut dicapai. Serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 104 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan setempat, setelah Israel menuduh militan membunuh seorang tentara Israel.
Undang-Undang Leahy dinamai berdasarkan mantan senator Patrick J. Leahy (D-Vermont). Leahy mensponsori undang-undang untuk menjatuhkan sanksi kepada unit militer asing yang menerima dana dari Amerika Serikat dan melakukan pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, dan kekejaman lain.
Kampanye militer Israel selama dua tahun di Gaza yang menewaskan hampir 70.000 warga Palestina sejak serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan menguji efektivitas Undang-Undang Leahy.
Baca juga : Cerita Warga Palestina Dipaksa Israel Menjadi Tameng
Banyak insiden penting di Gaza yang masih menunggu keputusan, termasuk pembunuhan tujuh pekerja World Central Kitchen oleh Israel pada April 2024. Ada pula pembunuhan lebih dari 100 warga Palestina serta melukai 760 lainnya yang berkumpul di sekitar truk bantuan di dekat Kota Gaza pada Februari 2024, menurut otoritas kesehatan setempat.
Pemerintahan Biden menyoroti kedua insiden tersebut dalam laporan kepada Kongres tahun lalu. Katanya, Amerika Serikat belum mencapai kesimpulan pasti tentang apakah senjata AS digunakan dalam pembunuhan tersebut.
Baca juga : Mayoritas Warga Palestina Menentang Pelucutan Senjata Hamas Usulan Trump
Israel penerima bantuan AS terbesar
AS memberikan setidaknya US$3,8 miliar bantuan kepada Israel setiap tahun dan dalam beberapa tahun terakhir meningkat puluhan miliar dolar. Ini menjadikan negara tersebut penerima kumulatif bantuan AS terbesar di dunia.
Laporan rahasia tersebut menjelaskan protokol untuk meninjau pelanggaran hak asasi manusia oleh militer asing yang menerima bantuan AS, kata kedua pejabat AS tersebut.
Baca juga : Diam-Diam Arab, AS, Israel Kolaborasi Keamanan Lawan Iran
Dalam kasus Israel, laporan tersebut menguraikan proses birokrasi yang dirancang khusus yang diberlakukan oleh pemerintahan Republik dan Demokrat secara berturut-turut menguntungkan Israel dibandingkan negara-negara lain yang menghadapi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia serupa.
Protokol tersebut, yang dikenal sebagai Forum Pemeriksaan Leahy Israel, melibatkan pejabat AS tingkat tinggi dan proses yang lebih panjang daripada peninjauan untuk negara lain, kata laporan tersebut.
Baca juga : Tangkis Sanksi AS, Diam-Diam Tiongkok Beli Minyak Iran
Dalam pemeriksaan normal, satu keberatan dari seorang pejabat cukup untuk menahan bantuan dari suatu unit militer. "Bagi Israel, kelompok kerja AS harus mencapai konsensus tentang apakah telah terjadi pelanggaran berat hak asasi manusia," kata Josh Paul, mantan pejabat Departemen Luar Negeri dan kritikus kebijakan AS di Timur Tengah.
Hasil dapat diprediksi
Kelompok kerja tersebut terdiri dari perwakilan Kedutaan Besar AS di Jerusalem dan Biro Urusan Timur Dekat, dua entitas yang sering mengadvokasi Israel dalam sistem AS. Pemerintah Israel kemudian diajak berkonsultasi mengenai insiden tersebut dan ditanya apakah telah mengambil tindakan apa pun untuk mengatasi masalah tersebut.
Jika kelompok tersebut menemukan bahwa suatu unit telah melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia, mereka dapat merekomendasikan agar unit tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan AS. Menteri Luar Negeri kemudian harus menyetujui temuan ketidaklayakan tersebut.
Baca juga : AS Desak Argentina Usir Tiongkok
Sistem yang rumit itu menghasilkan hasil yang dapat diprediksi. "Hingga saat ini, AS belum menahan bantuan apa pun kepada unit Israel mana pun meskipun ada bukti yang jelas," kata Paul.
Pemerintahan Biden dikritik karena menolak menghentikan bantuan kepada unit-unit Israel yang dituduh melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia, termasuk salah satu yang terlibat dalam pembunuhan warga negara Amerika Omar Assad, seorang mantan pemilik toko kelontong berusia 78 tahun dari Milwaukee yang ditahan di pos pemeriksaan Tepi Barat pada 2022.
Baca juga : Eks PM Inggris Tony Blair Tangani Israel-Palestina, Cari Damai atau Untung
Menurut IDF dalam pernyataan saat itu, Assad dilaporkan mengalami serangan jantung akibat stres setelah diikat, disumpal, dan ditahan oleh pasukan Israel. IDF menambahkan bahwa kematiannya merupakan akibat dari kegagalan moral dan pengambilan keputusan yang buruk oleh tentara yang menahannya.
Trump mencari kesalahan Hamas
Meskipun anggota unit Israel pada akhirnya tidak menghadapi hukuman pidana, pemerintahan Biden mengatakan puas dengan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Israel dan mencatat bahwa individu-individu tersebut tidak lagi bertugas di militer.
Pemerintahan Trump telah menerapkan pendekatan lepas tangan serupa terhadap IDF, tetapi tanpa mengulang-ulang klise pemerintahan sebelumnya tentang menempatkan hak asasi manusia di pusat kebijakan luar negeri AS.
Baca juga : Eks PM Inggris Tony Blair Terkait Proyek Kontroversial Gaza
"Saya tidak melihat perbedaan antara pemerintahan Biden dan pemerintahan Trump dalam masalah ini," kata Blaha.
Sejak menjabat, Trump telah berperang melawan pengawas independen pemerintah federal, memecat 17 inspektur jenderal yang ditunjuk presiden, menjadi pelanggaran norma historis. Para inspektur tersebut ialah pengawas birokrasi federal Washington yang bertugas mengidentifikasi dan menghentikan pemborosan, penipuan, dan penyalahgunaan, serta menghemat puluhan miliar dolar uang pembayar pajak.
Baca juga : Terorisme di Nigeria tidak Diskriminasi Agama dan Suku
Trump menyebut pemecatan tersebut sebagai hal yang sangat umum dilakukan. Ia mengatakan bahwa para pengawas tidak adil. Namun, pekerjaan para pengawas sering kali tidak menghasilkan hasil partisan yang dapat diprediksi.
Pekerjaan terbaru oleh badan pengawas yang mengawasi Badan Pembangunan Internasional AS yang sekarang sudah tidak berfungsi, misalnya, berfokus pada isu penting bagi pemerintahan Trump yaitu pengalihan bantuan kemanusiaan untuk Gaza oleh Hamas.
Baca juga : Siapa di Belakang Empat Milisi Anti-Hamas di Gaza
Badan pengawas tersebut saat ini sedang mengumpulkan bukti dari pelapor PBB dan pekerja bantuan lain tentang Hamas dan kelompok militan lain yang mencuri bantuan. Ini disebutkan seorang pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara secara terbuka tentang penyelidikan badan pengawas tersebut.
Penyelidikan tersebut berupaya memastikan, "Tidak satu sen pun uang pajak harus digunakan untuk mendanai gaji teroris yang bekerja sambilan sebagai pekerja bantuan kemanusiaan di PBB," kata pejabat tersebut. (I-2)

 6 hours ago
                                2
                        6 hours ago
                                2
                    
















































