Anak-anak di Palestina antri untuk mendapatkan makanan di Nuseirat, Gaza(AFP)
LAPORAN terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut lebih dari 60 negara terlibat dalam kejahatan kolektif yang memungkinkan terjadinya genosida Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Laporan ini merupakan versi lanjutan dari hasil penyelidikan Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina Francesca Albanese yang dirilis, Senin (20/10).
Dalam laporan keduanya tahun ini, Albanese menyebut genosida tersebut sebagai kejahatan kolektif, yang didukung oleh keterlibatan Negara Ketiga yang berpengaruh yang telah memungkinkan pelanggaran sistemik jangka panjang terhadap hukum internasional oleh Israel.
Menurutnya, kekejaman yang disiarkan secara langsung ini difasilitasi melalui dukungan langsung, bantuan material, perlindungan diplomatik, dan dalam beberapa kasus, partisipasi aktif dari Negara Ketiga. Ia menambahkan bahwa tanpa dukungan dari sebagian besar negara Eropa, Israel tidak akan mampu mempertahankan serangan penuhnya di Gaza.
Dukungan Empat Dimensi
Albanese mengkategorikan dukungan terhadap Israel ke dalam empat bentuk utama, yakni diplomatik, militer, ekonomi, dan kemanusiaan. Ia menilai kekebalan diplomatik dan kegagalan negara-negara Barat untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas pelanggaran hukum internasional telah memungkinkan genosida terus berlangsung.
Melalui media dan wacana politik, negara-negara Barat disebut meniru narasi Israel dan gagal membedakan antara Hamas dan warga sipil Palestina. Mereka, menurut laporan itu, turut memperkuat pandangan kolonial yang menggambarkan Israel sebagai bangsa beradab yang berhak membela diri melawan orang-orang biadab.
Albanese menyoroti bahwa Amerika Serikat menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB sebanyak tujuh kali untuk menghambat upaya gencatan senjata dan memberikan perlindungan diplomatik kepada Israel. Namun, ia menegaskan bahwa AS tidak bertindak sendirian. Inggris, Australia, Kanada, Jerman, dan Belanda turut memperlemah langkah-langkah internasional dengan abstain dan menunda dukungan terhadap resolusi.
"Semua tindakan ini menghambat langkah konkret sekaligus menciptakan ilusi kemajuan," tulis laporan itu dilansir MEE, Senin (27/10).
Tidak Ada Tindakan Tegas dari Negara Arab
Walaupun negara-negara Arab dan Muslim menunjukkan dukungan politik terhadap Palestina, Albanese menilai mereka gagal mengambil tindakan tegas. Ia bahkan menyebut beberapa negara kawasan justru memfasilitasi jalur logistik bagi Israel, termasuk melalui Laut Merah.
Mesir, misalnya, disebut tetap mempertahankan hubungan kerja sama energi dengan Israel dan menutup perlintasan Rafah. Albanese juga menyoroti kegagalan negara-negara Barat dalam mendukung Afrika Selatan dan Nikaragua di Mahkamah Internasional (ICJ), serta lemahnya dukungan terhadap surat perintah penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Sebaliknya, AS disebut menjatuhkan sanksi kepada ICC, sementara Inggris mengancam menarik pendanaannya.
Dukungan Militer
Laporan PBB itu mengungkap bahwa meskipun ada resolusi PBB sejak 1976 yang menyerukan embargo senjata terhadap Israel, banyak negara tetap memasok peralatan militer dan amunisi selama perang Gaza.
AS disebut sebagai pemasok terbesar, dengan jaminan US$3,3 miliar per tahun melalui Pembiayaan Militer Asing (FMF) dan tambahan US$500 juta per tahun untuk pertahanan rudal hingga 2028.
Selain AS, Jerman, Italia, dan Inggris juga tercatat sebagai pemasok utama. Inggris dilaporkan melakukan lebih dari 600 penerbangan pengintaian di atas wilayah Israel serta berbagi intelijen dengan pemerintah Tel Aviv, tindakan yang oleh Albanese disebut sebagai kerja sama dalam penghancuran Gaza.
Sebanyak 26 negara dilaporkan mengirim sedikitnya 10 pengiriman senjata dan amunisi, termasuk Tiongkok (dan Taiwan), India, Austria, Spanyol, Republik Ceko, Rumania, dan Prancis.
Albanese menambahkan bahwa 19 negara, di antaranya Australia, Kanada, Denmark, Jepang, Norwegia dan Korea Selatan, terlibat dalam penyediaan komponen untuk pesawat tempur F-35 yang digunakan dalam operasi udara di Gaza.
Beberapa negara, seperti Spanyol dan Slovenia, disebut telah membatalkan kontrak dan memberlakukan embargo. Namun banyak negara lain justru meningkatkan pembelian teknologi militer Israel, yang menurut laporan itu telah diuji coba pada warga Palestina di bawah pendudukan.
Bantuan Ekonomi
Laporan tersebut juga menyoroti bahwa pemeliharaan hubungan dagang normal dengan Israel turut melegitimasi dan mempertahankan rezim apartheid. Meskipun ekspor-impor Israel turun dari 61% menjadi 54% dari PDB antara 2022 dan 2024, Uni Eropa masih menjadi mitra dagang terbesar, menyumbang hampir sepertiga dari total perdagangan. Beberapa negara Eropa, seperti Jerman, Polandia dan Italia, bahkan meningkatkan aktivitas perdagangan selama perang.
Negara-negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, dan Maroko juga meningkatkan perdagangan mereka dengan Israel, sementara hanya Turki yang menangguhkan hubungan dagang pada Mei 2024. (H-4)


















































