Ilustrasi(Unsplash)
KREMLIN memperingatkan akan mengambil langkah serupa, jika Amerika Serikat (AS) benar-benar melanggar moratorium uji coba senjata nuklir.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menyampaikan hal ini menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump yang memerintahkan Pentagon untuk kembali melakukan uji coba nuklir.
Dalam perintah yang diumumkan, Kamis (30/10), Trump menegaskan langkah tersebut diambil karena meningkatnya persaingan strategis dengan Rusia dan Tiongkok.
"Proses itu akan segera dimulai sebagai tanggapan terhadap program uji coba negara lain," kata Trump, dikutip dari Russia Today, Jumat (31/10).
Menanggapi hal itu, Peskov menegaskan Moskow tidak akan tinggal diam jika moratorium dihapus. "Pernyataan (Presiden Rusia Vladimir) Putin, yang telah diulang berkali-kali, bahwa, tentu saja, jika seseorang membatalkan moratorium (uji coba senjata nuklir) maka Rusia akan bertindak sesuai," ujarnya kepada wartawan di Moskow.
Namun, ia juga menekankan bahwa keputusan AS adalah hak kedaulatannya. "AS adalah negara berdaulat dan memiliki hak penuh untuk membuat keputusan berdaulat," sebut Peskov.
Peskov Bantah Rusia Lakukan Uji Coba Nuklir
Terkait tudingan Trump bahwa negara lain sudah melakukan uji coba nuklir, Peskov membantahnya. "Sejauh ini kami tidak mengetahui hal tersebut," tegasnya.
"Jika ini tentang Burevestnik, maka ini bukan uji coba nuklir," tambahnya.
Menurutnya, semua negara memang terus mengembangkan sistem pertahanannya masing-masing, namun tidak berarti hal itu termasuk uji coba senjata nuklir.
Burevestnik merupakan rudal jelajah berkemampuan nuklir yang menjadi salah satu proyek unggulan militer Rusia. Rudal ini ditenagai reaktor nuklir mini yang memberikan jangkauan hampir tak terbatas. Militer Rusia baru-baru ini mengonfirmasi keberhasilan pengujian sistem tersebut.
Perlombaan Senjata Kembali Memanas
Sementara itu, Washington juga meningkatkan aktivitas militernya. AS diketahui telah menguji coba rudal balistik antarbenua Minuteman III tanpa hulu ledak pada Februari lalu, serta meluncurkan empat rudal Trident II dari kapal selam pada September.
Rusia sendiri terakhir kali melakukan uji coba nuklir pada era Uni Soviet pada tahun 1990, sedangkan AS menghentikan seluruh uji coba pada 1992 setelah Kongres memberlakukan moratorium nasional.
Data terbaru dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) memperlihatkan bahwa AS memiliki sekitar 5.177 hulu ledak nuklir, sementara Rusia sedikit lebih banyak dengan 5.459. Tiongkok, yang kini tengah memperkuat tempat menyimpan senjata dan perlengkapan militernya, diperkirakan akan memiliki 1.500 hulu ledak tahun 2035. (Z-2)


















































