
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku hingga saat ini belum menemukan surat keputusan (SK) resmi terkait pencabutan empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Padahal, pemerintah sudah mengumumkan pencabutan izin pada Juni 2025. Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V, Dian Patria, mengatakan pihaknya masih mencari kejelasan mengenai dokumen resmi pencabutan tersebut.
“Dicabut di Istana Negara bulan Juni, tapi terus terang sampai detik ini kami belum pernah melihat SK pencabutannya,” ujar Dian di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/10).
Dian menjelaskan bahwa tim KPK telah menelusuri ke sejumlah kementerian, termasuk Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), namun belum memperoleh dokumen yang dimaksud.
“Kami tanya ke Minerba, jawabnya di BKPM. Kami tanya ke BKPM, katanya belum ada surat dari Minerba. Setelah dicek ulang, katanya surat sudah masuk dan sedang diproses,” paparnya.
Ia pun mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menindaklanjuti pencabutan empat IUP tambang nikel Raja Ampat yang sempat diumumkan secara publik.
“Apakah pemerintah benar-benar serius mencabut empat IUP di Raja Ampat yang diumumkan di Istana Negara? Karena sampai sekarang tidak ada dokumennya sama sekali,” tegas Dian.
Meski demikian, KPK memastikan tidak ada aktivitas pertambangan di empat lokasi tersebut berdasarkan hasil pemantauan lapangan.
Empat perusahaan yang izin usahanya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Pencabutan dilakukan karena perusahaan-perusahaan itu terbukti melakukan pelanggaran lingkungan di kawasan geowisata dan geopark Raja Ampat.
Sebelumnya, Menteri ESDM menyebut langkah pencabutan IUP tambang Raja Ampat merupakan bagian dari upaya menjaga kawasan geopark Raja Ampat agar tidak rusak akibat aktivitas tambang, sekaligus memastikan pengelolaan sumber daya alam tetap berkelanjutan.