
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) heran dengan Motor Royal Enfield yang dimiliki mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil atau RK. RK memiliki kendaraan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank BJB Tbk, padahal dia bukan tersangka.
“Ya, kembali lagi itu masih merupakan misteri ya, baik bagi rekan jurnalis maupun saya,” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta, Kamis, 17 April 2025.
Tessa mengatakan, pertanyaan itu baru bisa dijawab saat Ridwan Kamil diperiksa penyidik. Namun, waktu pemanggilan belum ditentukan, hingga saat ini.
“Kita juga belum bisa mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan maupun diketahui oleh saudara RK (Ridwan Kamil) ini,” ucap Tessa.
Menurut Tessa, kejanggalan kepemilikan kendaraan itu juga cuma bisa diulik oleh penyidik. KPK enggan memerinci kaitan motor mahal itu dengan dugaan korupsi di BJB.
“Saya dan rekan-rekan tentunya kita akan sama-sama mencoba untuk mencari tahu dan memperdalam informasi lagi, karena itu juga masih merupakan ranah penyidikan yang merupakan materi, kita tunggu nanti sama-sama,” ujar Tessa.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.
KPK sudah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya yakni rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.
Kasus ini membuat negara merugi Rp222 miliar. Tindakan rasuah ini berlangsung pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan dana Rp409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online.
Ada enam perusahaan yang diguyur uang dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran yang membuat negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah. (H-4)