
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya perbedaan data izin usaha pertambangan (IUP) antarkementerian. Temuan itu didapat setelah KPK berkoordinasi dengan sembilan instansi pemerintah. Temuan tersebut mencuat di tengah sorotan publik terhadap maraknya izin pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V, Dian Patria, menyebut pihaknya menemukan ketidaksinkronan data antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dipimpin Bahlil Lahadalia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Kami mulai dari izin usaha pertambangan di pulau kecil. Berdasarkan data Ditjen Minerba ESDM, ada 246 IUP di pulau kecil, tapi data dari KKP menunjukkan 372 IUP. Ini menunjukkan masih ada ketidaksamaan data antar-kementerian,” ujar Dian di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/10).
Ia menilai persoalan tersebut terjadi karena lemahnya komunikasi lintas lembaga dan potensi ego sektoral dalam pengelolaan data perizinan. Untuk itu, KPK mengambil langkah koordinatif guna menjembatani perbedaan data dan memastikan penegakan hukum berjalan tepat sasaran.
“Kalau sudah jelas ada pelanggaran, harus ada tindakan. Bisa administrasi, pidana lingkungan, pajak, atau kalau ada unsur korupsinya tentu jadi kewenangan KPK,” tegas Dian.
KPK menekankan pentingnya integrasi data antar-lembaga agar proses penertiban IUP tidak hanya berhenti pada tataran administratif, tetapi juga dapat menjadi dasar penindakan hukum bagi perusahaan yang terbukti menyalahi aturan.
Langkah ini juga menjadi bagian dari upaya KPK memperkuat pengawasan tata kelola sumber daya alam nasional, khususnya di sektor pertambangan yang kerap menjadi ladang praktik korupsi, penyalahgunaan izin, dan perusakan lingkungan. (Ant/E-3)