
KONFERENSI Perburuhan Internasional (ILC) ke-113 yang diselenggarakan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di Jenewa, Swiss, menetapkan konvensi untuk mengatur aturan mengenai pekerja platform digital.
Keputusan tersebut diambil setelah melalui voting untuk menentukan apakah pekerja platform digital, termasuk dalam hal ini adalah pengemudi daring atau ojek online (ojol), diatur dalam konvensi atau cukup rekomendasi. Sesi ini berlangsung pukul 19.20 waktu setempat, Rabu (4/6), atau 00.20 WIB, Kamis (5/6).
Sikap tersebut disambut antusias oleh organisasi buruh Tanah Air, yang menekankan kekompakan delegasi buruh dengan pemerintah dalam memastikan nasib dan hak pekerja platform, khususnya pengemudi daring, terlindungi.
Ketua delegasi buruh Indonesia pada ILC 2025, Jumhur Hidayat, menyebut perjuangan agar ILO menerbitkan konvensi atau aturan hukum bagi pekerja platform digital adalah keberhasilan ‘Indonesia Incorporated’.
"Ini keberhasilan kita tripartit, yaitu pemerintah, pekerja, dan pengusaha sehingga Indonesia sebagai negara besar telah menjadi rujukan bagi negara-negara lainnya dalam memperjuangkan nasib pekerja online," ujar Jumhur dalam keterangan persnya, Kamis (5/6).
Pada ILC 2025, Indonesia pun meningkatkan peran dalam solusi ketenagakerjaan global. Pemerintah dan federasi buruh tidak hanya hadir sebagai delegasi, tetapi juga sebagai bagian dari solusi atas tantangan ketenagakerjaan global.
Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri, selaku Wakil Ketua Delegasi RI dan mewakili Ketua Delegasi Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, memberikan suara mendukung opsi konvensi. Sebanyak 86 suara termasuk suara memilih konvensi dan menang melawan 27 suara yang memilih rekomendasi.
Jumhur melanjutkan, delegasi buruh Indonesia yang berjuang pada komite pekerja platform ini utamanya dipercayakan kepada tokoh senior gerakan buruh, Rekson Silaban, dan pelaku ojol dari Federasi Serikat Pekerja Pengemudi Online Bersatu (FSPPOB) Achmad Sapii.
Komite ini juga diperkuat langsung oleh Wakil Ketua Delegasi Buruh Indonesia Arif Minardi serta beberapa pimpinan buruh, di antaranya Simon, Edy Antara, Mirah Sumirat, Afif Johan, dan Makbullah Fauzi.
Adaptasi Regulasi
Rekson mengatakan, dengan adanya semangat dari Jenewa yang memastikan pekerja platform adalah pekerja, semua negara sudah bisa memulai menerbitkan regulasi.
"Kalau Pemerintah RI mau buat peraturan, misal Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres), dengan semangat dari keputusan ILO ini pun sudah bisa dan itu baik, tanpa harus menunggu lahirnya Konvensi ILO," urai Rekson.
Jumhur menambahkan, setelah diputuskan perlindungan pekerja platform berstatus pekerja dan akan diatur dalam konvensi, tahap berikutnya adalah pembuatan draft konvensi selama setahun ke depan untuk kemudian disahkan pada 2026. Setelah itu negara-negara anggota ILO akan diminta untuk meratifikasinya atau menjadikan konvensi sebagai UU di negara masing-masing.
Sementara itu, Achmad Sapii yang turut menyampaikan argumentasi di forum internasional ILO atas nama pelaku ojol mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dan pihak yang telah mendukung perjuangan pekerja platform.
"Terima kasih kepada pemerintah Indonesia, dan terkhusus Bapak Presiden Prabowo Subianto, Pak Menteri Yaserli, Wamenaker Pak Noel, dan teramat khusus buat Dirjen PHI dan Jamsos (Indah Anggoro Putri) dan seluruh rekan Kementerian Ketenagakerjaan," ucap Achmad. (B-3)