Kolektivisme Internazionale Milan

4 hours ago 2
Kolektivisme Internazionale Milan Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola(MI/Seno)

KESEBELASAN yang paling ditakuti dalam sepak bola ialah tim yang mampu menerapkan kolektivisme. Itu disebabkan mereka ibarat mesin yang bergerak dalam satu kesatuan dan mampu melindas siapa pun yang ada di hadapan mereka. Itulah Internazionale Milan.

Tidak ada bintang yang menonjol dalam tim asuhan Simone Inzaghi itu. Sebelas pemain yang ia turunkan memiliki kemampuan teknik yang merata. Namun, mereka menjadi satu kesatuan yang kukuh.

Ditambah dengan determinasi yang begitu tinggi, mereka tidak pernah menyerah sebelum wasit meniupkan peluit panjang. Lautaro Martinez dan kawan-kawan selalu mencoba dan mencoba.

Hasilnya sungguh di luar dugaan. Inter Milan secara mengejutkan mampu menaklukkan Barcelona 7-6 secara agregat dalam pertandingan yang harus diselesaikan melalui perpanjangan waktu.

Partai semifinal Liga Champions pada Selasa lalu akan dikenang sebagai salah satu partai yang dramatis. Dua pertandingan yang mereka mainkan penuh dengan ketegangan.

Tiga belas gol yang dicetak dalam pertemuan mereka benar-benar menghibur pecinta sepak bola. Belum pernah ada partai pertandingan yang begitu produktif dalam mencetak gol.

Baik Inter maupun Barca mempertontonkan sebuah sepak bola menyerang. Mereka bermain sangat efektif dan tajam dalam menjebol gawang lawan. Pemenangnya ialah tim yang lebih mampu memperlihatkan kolektivisme.

TIPIKAL INTER

Nerazzurri dikenal sebagai klub yang memperkenalkan pertahanan gerendel di Italia. Helenio Herrera yang melahirkan catenaccio dan membawa Inter Milan ke masa kejayaan mereka.

Kalau Inzaghi, ia sukses membangun tim 'Biru-Hitam' karena ia mengembalikan gaya permainan khas Inter Milan. Dengan pola bertahan 5-3-2 yang diterapkan, Inter memang tidak mudah untuk bisa ditembus.

Hanya dengan kegeniusan Lamine Yamal dan kelincahan Raphinha, Barca mampu menembus pertahanan Inter. Hanya dengan tiki-taka yang pendek dan cepat, pemain belakang Inter kadang terlambat untuk bisa mengintersep bola.

Namun, gaya permainan keras dan tanpa kompromi yang menjadi ciri Inter membuat penyerang lawan jeri. Mereka tidak memberikan ruang kepada pemain lawan untuk beraksi.

Menariknya, gaya bertahan Inter Milan sejak dulu tidak mengurangi ketajaman mereka. Dua bek sayap sangat cepat dan agresif untuk keluar apabila mendapat kesempatan untuk menyerang. Federico Dimarco dan Denzel Dumfries menopang penuh tiga gelandang, Nicolo Barella, Hakan Calhanoglu, dan Henrikh Mkhitaryan, untuk memenangi pertarungan di jantung permainan.

Kelima pemain itu saat menyerang tidak sekadar menjadi penyalur bola, tetapi menjadi penyerang yang mematikan. Barella, misalnya, merupakan pemain yang luar biasa karena memiliki teknik bola tinggi dan berani untuk melepaskan tendangan dari lini kedua yang menggentarkan kiper lawan.

Inzaghi beruntung memiliki dua penyerang yang sangat licin dan oportunis. Duet Martinez dan Marcus Thuram sangat ideal karena saling mengisi dan mau berbagi bola untuk meraih kemenangan.

Kedua penyerang Inter sering melakukan gerakan yang sulit diduga lawan. Gol pertama Inter saat bertanding di kandang Barca, dicetak Thuram melalui tendangan tumit ke belakang untuk membelokkan umpan matang yang disodorkan Dumfries.

SULIT DITAHAN 

Dengan dua kesuksesan menyingkirkan Bayern Muenchen dan Barcelona untuk melaju ke final Liga Champions, tidak berlebihan apabila Inter dijagokan untuk mengangkat Piala Champions tahun ini. Paris Saint Germain yang bermimpi untuk menembus jajaran elite klub Eropa harus bekerja ekstra keras apabila ingin meraih harapan mereka.

Walaupun PSG di bawah kepemimpinan Luis Enrique ingin meninggalkan ketergantungan kepada pemain bintang menjadi kekuatan tim, belum sekuat Inter dalam menerapkan kolektivisme. PSG kadang masih longgar ikatan antarpemain dan antarblok.

Dalam 20 menit pertama menghadapi Arsenal di pertandingan kedua Rabu lalu, PSG benar-benar berada dalam tekanan. Setidaknya tiga peluang emas didapat Bukayo Saka, Declan Rice, dan Marten Odegaard. PSG beruntung tidak kebobolan karena memiliki kiper tangguh, Gianluigi Donnarumma.

Donnarumma selalu menjadi penyelamat bagi PSG. Mereka bisa lewat dari hadangan Liverpool karena faktor Donnarumma yang mematahkan tendangan pemain 'si Merah' dalam adu tendangan penalti.

Pelatih Arsenal Mikel Arteta yang gagal untuk membawa 'the Gunners' melaju ke pertandingan puncak menyebut faktor Donnarumma yang membuyarkan tim asuhannya. “Kalau dilihat dari sisi permainan, Arsenal-lah yang lebih menguasai pertandingan. Bahkan kalau dipilih pemain terbaik dalam dua pertandingan semifinal itu, pasti pemain Arsenal yang lebih pantas,” ujar pelatih asal Spanyol itu.

Namun, pertandingan sepak bola tidak ditentukan siapa yang lebih baik bermainnya. Hukum besi dalam sepak bola, tim terbaik ialah tim yang memenangi pertandingan. Yang dua kali memenangi pertandingan semifinal itu ialah PSG.

Di final 31 Mei mendatang di Stadion Allianz, Muenchen, Enrique pantas berharap kepada Donnarumma. Apalagi dia orang Italia yang paham mengenai gaya permainan Inter karena enam tahun bermain untuk 'musuh besar mereka', AC Milan.

Hanya saja, Enrique perlu mengingatkan anak asuhnya yang lain untuk membantu Donnarumma. Terutama kapten kesebelasan Marquinhos dan bek kanan Achraf Hakimi harus mengawasi pergerakan para pemain Inter ketika keluar menyerang.

Kecepatan bergerak para pemain Nerazzurri ketika keluar menyerang sangat sulit untuk ditahan. Semua pemain Inter pandai untuk mencari posisi guna menerima umpan dari pemain yang memegang bola.

Bahkan ketika pemain lawan hendak menyerang, pressure football yang diterapkan pemain Inter bisa mengintersep dan mencuri bola dari pemain lawan. Gol pertama Inter ke gawang Barca, Selasa lalu, berawal dari gerakan Dimarco mencuri bola dari kaki Dani Olmo dan dengan cepat disodorkan kepada Thuram. Saat pemain belakang Barca mencoba menutup ruang tembak Thuram, bola sudah disodorkan ke kaki Martinez yang tidak terjaga di sisi kiri kotak penalti Barcelona.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |