
GANGGUAN spektrum autis atau autisme adalah sebuah kondisi perkembangan perilaku anak yang memengaruhi kemampuan interaksi, komunikasi, dan sosialisasi anak. Anak dengan autisme umumnya memiliki beberapa gejala spesifik yang menjadi tanda awal autisme, terutama dalam kaitannya dengan respons komunikasi dua arah atau kemampuan interaksi.
Anak dengan autisme umumnya memiliki ciri khas yaitu keterpakuan atau obsesi yang berlebihan terhadap suatu gerakan, minat, rutinitas, kemudian suatu hal yang sangat terpaku sehingga dia akan menyukai atau melakukan hal tersebut secara berulang-ulang.
Dokter Spesialis Anak Subspesialis Neurologi Anak RSAB Harapan Kita, dr. Citra Raditha menjelaskan bahwa berkembangnya zaman telah membuat autisme kini memiliki spektrum atau derajatnya.
“Mungkin duku yang kita tahu autism itu klinisnya hanya satu yaitu dia punya dunia sendiri dan sama sekali tidak mau berinteraksi dan berbicara. Tapi ternyata autism itu memiliki spektrum mulai dari ringan, sedang, dan berat, di mana kadang-kadang untuk ringan dan ringan sedang ini kita lost untuk mendiagnosisnya. Karena sebetulnya dia masih ada interaksi dan komunikasinya,” ungkapnya, beberapa waktu lalu.
Gangguan Sensorik
Selain gangguan dalam hal komunikasi dan interaksi, anak dengan autisme umumnya juga memiliki masalah dalam kemampuan sensorik. Gangguan sensorik yang dialami bisa berbeda-beda, tapi umumnya anak autisme sangat sensitif pada suara tertentu seperti mesin kendaraan, petir, hingga teriakan anak sebayanya. Namun, ada juga anak autisme yang justru menjadi sangat tidak peka terhadap sekitarnya.
“Jadi kita tidak boleh melewatkan satu pun diagnosis gangguan spektrum autism. Autism ini juga punya banyak multidisiplin di mana dokter anak, psikolog, dan rehabilitasi medik juga harus mampu mendiagnosis spektrum autis,” tegasnya.
Di tengah perkembangan dunia saat ini, angka kasus autisme pada anak memang disebut mengalami peningkatan. Menurut Center for Disease Control (CDC) saat ini jumlah penderita autisme mengalami peningkatan, khususnya di spektrum ringan.
“Dulu mungkin mikirnya ada anak yang bisa memberikan respons balik dan berinteraksi tapi kurang, kita mikirnya enggak apa-apa. Ada perilaku terpaku dan kita anggap anak kan sukanya itu-itu saja, jadinya kan lost. Dengan adanya diagnosis dan sosialisasi yang luas pada dokter, jadi angka yang terdiagnosis juga akan lebih tinggi karena dilakukan lebih dini,” jelas Citra.
Faktor Risiko Autisme
Citra mengatakan, meski bukan kondisi yang sangat langka, sampai dengan saat ini, faktor risiko autisme belum konklusif dalam hal penelitian. Namun satu hal yang pasti, autisme itu memiliki suatu kerentanan genetik untuk terdiagnosis spektrum autis.
“Namun, untuk penyebab pastinya sampai saat ini belum konklusif,” ujarnya.
Masalah autisme sendiri poin pentingnya adalah interaksi. Misalnya ketika anak diganggu, apakah anak merespons, melihat, melakukan kontak mata, timbal balik saat berkomunikasi, dan saat bermain.
“Kita harus melakukan skrining autism pada anak kita setidaknya pada usia 18 bulan, 24 bulan, atau kapan saja jika kita menemukan suatu kecurigaan untuk interaksi, komunikasi, bahasa, dan perilaku khasnya itu,” kata Citra. (H-3)