Kimiawan Stanford Kembangkan Metode Murah untuk Permanen Hilangkan CO2 dari Atmosfer

3 weeks ago 22
Kimiawan Stanford Kembangkan Metode Murah untuk Permanen Hilangkan CO2 dari Atmosfer Para kimiawan dari Universitas Stanford mengembangkan metode praktis dan berbiaya rendah untuk secara permanen menghilangkan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer.(Wikimedia)

KIMIAWAN dari Universitas Stanford mengembangkan metode praktis dan berbiaya rendah untuk secara permanen menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer, yang merupakan penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim.

Proses baru ini menggunakan panas untuk mengubah mineral umum menjadi bahan yang secara spontan menyerap karbon dari atmosfer dan menyimpannya secara permanen. Bahan reaktif ini dapat diproduksi di kiln konvensional, seperti yang digunakan dalam pembuatan semen.

Pelapukan yang Ditingkatkan

Secara alami, mineral silikat bereaksi dengan air dan CO2 di atmosfer untuk membentuk ion bikarbonat yang stabil dan mineral karbonat padat. Namun, reaksi ini dapat memakan waktu ratusan hingga ribuan tahun. Sejak 1990-an, para ilmuwan mencari cara mempercepat penyerapan karbon dioksida oleh batuan melalui teknik pelapukan yang ditingkatkan.

Matthew Kanan, profesor kimia di Stanford, bersama Yuxuan Chen, seorang peneliti pascadoktoral, berhasil mengembangkan dan mendemonstrasikan dalam laboratorium mereka sebuah proses baru untuk mengubah silikat yang lambat mengalami pelapukan menjadi mineral yang jauh lebih reaktif, mampu menangkap dan menyimpan karbon dari atmosfer dengan cepat.

"Kami membayangkan reaksi kimia baru untuk mengaktifkan mineral silikat inert melalui reaksi pertukaran ion yang sederhana," kata Chen, penulis utama studi ini. "Kami tidak menyangka hasilnya akan sebaik ini."

Karbonasi Spontan

Pendekatan baru ini terinspirasi dari teknik pembuatan semen yang telah ada selama berabad-abad. Produksi semen dimulai dengan mengubah batu kapur menjadi kalsium oksida dalam kiln yang dipanaskan hingga sekitar 1.400 derajat Celsius. 

Tim Stanford menggunakan proses serupa tetapi menggantikan pasir dengan mineral yang mengandung magnesium dan ion silikat. Ketika dipanaskan, kedua mineral ini bertukar ion dan berubah menjadi magnesium oksida dan kalsium silikat—dua mineral basa yang bereaksi cepat dengan CO2 di udara.

"Proses ini bertindak sebagai pengganda," kata Kanan. "Anda mengambil satu mineral reaktif, kalsium oksida, dan satu silikat magnesium yang hampir inert, lalu menghasilkan dua mineral reaktif."

Dalam pengujian laboratorium, kalsium silikat dan magnesium oksida bereaksi dengan CO2 dalam air dan berubah menjadi mineral karbonat dalam waktu dua jam. Saat diuji dengan paparan langsung terhadap udara, proses karbonasi berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan, yang masih jauh lebih cepat dibanding pelapukan alami.

Dampak Skala Industri

Pendekatan ini memiliki potensi untuk digunakan dalam skala industri. Salah satu aplikasi yang sedang diuji adalah menambahkan mineral ini ke tanah pertanian, di mana mereka dapat meningkatkan kesuburan tanah sambil menangkap karbon.

"Sebagai bonus, karbon juga bisa tersimpan di laut saat mineral ini melapuk menjadi bikarbonat," kata Kanan. Selain itu, metode ini berpotensi menggantikan praktik pertanian seperti pengapuran tanah dan meningkatkan hasil panen.

Masa Depan Penghapusan Karbon

Saat ini, laboratorium Kanan mampu memproduksi sekitar 15 kilogram bahan per minggu. Namun, untuk menghilangkan karbon dalam skala besar, diperlukan produksi jutaan ton magnesium oksida dan kalsium silikat per tahun.

Tim peneliti percaya desain kiln yang digunakan untuk membuat semen dapat dimanfaatkan untuk produksi massal, dengan menggunakan sumber daya mineral yang melimpah seperti olivin dan serpentin, yang banyak ditemukan di California, Balkan, dan wilayah lain.

"Setiap tahun, lebih dari 400 juta ton limbah tambang yang mengandung silikat yang sesuai dihasilkan di seluruh dunia, memberikan sumber bahan baku yang potensial," kata Chen. "Cadangan olivin dan serpentin di Bumi diperkirakan lebih dari 100.000 gigaton—cukup untuk menghilangkan jauh lebih banyak CO2 daripada yang pernah dihasilkan manusia."

Dengan mempertimbangkan emisi dari pembakaran gas alam atau biofuel untuk mengoperasikan kiln, para peneliti memperkirakan bahwa setiap ton bahan reaktif dapat menghilangkan satu ton karbon dioksida dari atmosfer.

Sebagai langkah lanjutan, Kanan bekerja sama dengan Jonathan Fan, profesor teknik elektro di Stanford, untuk mengembangkan kiln berbasis listrik yang lebih ramah lingkungan.

"Jika kita menerapkan pembelajaran dan desain dari industri semen, ada jalur yang jelas dari penemuan laboratorium menuju penghapusan karbon dalam skala yang berarti," kata Kanan. (Science Daily/Z-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |