
PENELITIAN di Finlandia menemukan hubungan antara mikrobioma atau bakteri usus tertentu dan depresi. Hasil penelitian itu dimuat dalam laman Science. Penulis studi ini menulis bahwa mikrobioma usus tertentu kemungkinan memengaruhi perilaku seseorang. Caranya dengan modulasi sistemik hormon dan metabolit di sumbu usus dan otak. Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan depresi dan gangguan kesehatan mental lainnya memiliki mikrobioma usus yang sangat berbeda dari orang tanpa kondisi tersebut.
Dikutip dari Halo Doc, Temuan tersebut juga mendukung penelitian sebelumnya yang menyebut peradangan yang disebabkan oleh bakteri usus yang disebut Morganella, mungkin memengaruhi depresi. Cara mikrobioma memengaruhi otak (dan sebaliknya) berada di sepanjang garis yang sama dengan sumbu usus-otak, yaitu:
Bakteri usus dapat mengubah neurotransmiter mana yang ada dalam aliran darah, dan molekul inflamasi yang diproduksi di usus juga dapat berperan.
Sistem saraf enterik membuat neurotransmiter yang diketahui berperan dalam depresi, seperti serotonin.
Apa yang terjadi di usus juga dapat merangsang saraf vagus, yang mengirimkan pesan ke otak.
Sementara detailnya belum terungkap, jalur dan faktor yang menginformasikan sumbu usus-otak menjadi lebih jelas.
Penyebab depresi selama ini dianggap akibat kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan biologis. Hal itu tidak salah, tetapi bisa jadi tidak sepenuhnya benar. Guillaume Méric, seorang ahli bioinformatika mikroba di Baker Heart & Diabetes Institute, mengatakan bahwa mikrobioma usus menjadi area baru untuk menyelidiki apa yang menyebabkan depresi.
Lebih lanjut, Méric mengatakan bahwa sumbu usus-otak tidak ada dalam ruang hampa. Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan seseorang juga memengaruhi usus dan kesehatan mental mereka.
Ada atau tidak adanya bakteri yang berbeda tergantung pada banyak faktor, seperti pola makan seseorang dan kesehatan secara keseluruhan. Penulis penelitian juga merasakan hal yang sama.
Mereka menulis bahwa temuan mereka menyoroti pengaruh intim sumbu usus-otak pada manusia. Namun, para peneliti juga mengakui bahwa studi yang lebih mekanistik diperlukan untuk mengurai dan menafsirkan prediksi ini lebih lanjut.
Sementara para peneliti baru mulai menemukan hubungan antara mikrobioma usus dan depresi, Méric mengatakan bahwa mereka belum memahami dengan baik bagaimana cara memanipulasi mikrobioma usus untuk menyelesaikan masalah kesehatan ini secara umum.
Dari apa yang ditemukan para peneliti, dapat diketahui bahwa mikrobioma di usus dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Meric juga mengatakan bahwa sistem pencernaan merupakan salah satu kumpulan organ tercanggih setelah otak.
Jadi, sangat penting untuk menjaga kesehatan usus seperti mengonsumsi berbagai variasi makanan sehat, dan tinggi serat. Ini juga dapat mendukung kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Mengonsumsi kombinasi bakteri tertentu yang disebut probiotik seperti makanan fermentasi (yoghurt) atau dalam bentuk suplemen makanan bisa meningkatkan suasana hati.
Dengan mengonsumsi variasi makanan bergizi seimbang, serta menerapkan gaya hidup sehat, kualitas hidup menjadi lebih baik. Orang yang sehat dapat mencapai kebahagiaan. (H-4)