Ilustrasi(Antara)
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan keberatan atas rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menggulirkan wacana kebijakan penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama (plain packaging) melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terbaru. Kemenperin menilai, langkah tersebut tidak hanya melampaui batas kewenangan Kemenkes, tetapi juga berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan internasional.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin, Merrijantij Punguan Pintaria menegaskan bahwa pengaturan standardisasi kemasan bukan merupakan mandat Kemenkes. Ia merujuk pada PP Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 435 yang mengatur desain dan tulisan kemasan produk tembakau.
"Kemenkes tidak mempunyai tugas dan/atau kewenangan untuk mengatur standardisasi kemasan dan produk tembakau," tegas Merri.
Kemenperin meminta agar Rancangan Permenkes hanya mengatur aspek Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan (GHW), tanpa menyentuh ranah penyeragaman kemasan. Merri menilai, pengaturan desain dan identitas merek merupakan domain yang berbeda dan tidak bisa diintervensi melalui kebijakan kesehatan.
Ia juga menyoroti bahwa wacana plain packaging ini mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang secara resmi tidak diratifikasi oleh Indonesia. Lebih lanjut, Merri mengingatkan bahwa penyeragaman warna dan tulisan pada kemasan rokok berpotensi melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Ia menyebut bahwa elemen visual seperti warna dan logo merupakan bagian penting dari branding produk.
"Apabila warna dan tulisan diseragamkan, itu merupakan suatu kerugian materil bagi perusahaan," jelasnya.
Merri merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis Pasal 2 ayat 3, yang menyatakan bahwa merek dilindungi dalam bentuk gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dan bentuk lainnya.
Kemenperin juga memperingatkan bahwa kebijakan plain packaging dapat berdampak negatif terhadap posisi Indonesia dalam perdagangan global. Merri menyebut tidak ada yurisprudensi di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang mewajibkan negara menerapkan standardisasi kemasan.
“Memaksakan kebijakan tersebut justru berisiko menciptakan hambatan perdagangan (trade barrier) dan dapat memicu gugatan dari negara lain,” papar dia.
Di dalam negeri, kebijakan ini juga dinilai kontraproduktif terhadap upaya pengendalian rokok ilegal. Merri sependapat dengan pelaku industri bahwa kemasan seragam justru mempermudah produksi rokok ilegal dan menyulitkan pengawasan.
"Kemasan yang sama hanya akan mempermudah produksi rokok ilegal dan sulit melakukan pengawasan karena warnanya sama," tutupnya. (E-3)


















































