Kemenkeu: Dampak Perang Iran-Israel Masih Bisa Dimitigasi

5 hours ago 1
 Dampak Perang Iran-Israel Masih Bisa Dimitigasi Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro.(Dok. Kementerian Keuangan)

PEMERINTAH memastikan tekanan global imbas perang Ira-Israel masih dapat dimitgasi. Gejolak yang terjadi pada perekonomian, baik di sisi pasar keuangan maupun energi disebut masih dalam batas aman dan belum mengkhawatirkan.

Demikian disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro melalui keterangan tertulisnya, Senin (23/6). Dari sektor pasar keuangan, misalnya pemerintah secara reguler melakukan asesmen di dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

"Dari sisi level tekanan yang dialami pasar keuangan Indonesia, berdasarkan asesmen belum mengindikasikan situasi yang genting," kata Deni.

Level pelemahan, lanjutnya, masih sejalan dengan mekanisme pasar normal di mana terjadi penurunan risk appetite dan diperkirakan dampaknya lebih bersifat sementara dan pasar masih terus mencermati perkembangan ke depan.

"Level tekanan dalam sepekan ini masih berada dalam rentang yang aman dan belum memberikan dampak yang signifikan baik terhadap perekonomian maupun kinerja industri jasa keuangan dalam negeri termasuk terhadap kinerja fiskal," jelas Deni.

Itu termasuk dari sisi rambatan ke dalam negeri melalui tekanan harga minyak terhadap inflasi. Hal tersebut berkaitan dengan harga BBM yang masih dapat diredam dengan adanya subsidi dan kompensasi yang diberikan pemerintah.

Deni menuturkan, masih terdapat ruang fiskal untuk menyerap risiko inflasi terhadap domestik melalui kebijakan pemerintah tersebut. Fungsi APBN sebagai shock absorber juga disebut masih dapat berjalan dengan baik.

Level harga minyak terkini masih berada di bawah asumsi yang digunakan untuk APBN 2025 yaitu di US$82 per barel. Harga minyak Brent di akhir pekan ini masih di US$77,27 (eop/end of period) dan rata-rata tahun berjalan harga minyak mentah Indonesia masih ada di bawah US$73 per barel.

"Sehingga masih terdapat ruang fiskal untuk meredam rambatan inflasi," terang Deni.

Selain itu, kepercayaan investor terhadap sovereign instrument yaitu SBN juga masih terjaga, meskipun terjadi outflow namun dari sisi tekanan terhadap harga (kenaikan yield) masih sangat terbatas.

Pemerintah, lanjut Deni, terus mewaspadai risiko global dan transmisinya pada perekonomian domestik, dengan menyiapkan langkah-langkah mitigasi awal dan mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber.

Sinergi kebijakan yang solid antara pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk mengantisipasi risiko terjadinya inflasi dilakukan, termasuk sinergi kebijakan dengan otoritas fiskal, moneter, dan sektor keuangan. Transformasi struktural terus dilakukan, keberhasilan menjaga suplai pupuk melalui deregulasi misalnya, akan dilanjutkan untuk berbagai komoditas.

Pemerintah juga terus memperkuat sektor-sektor strategis dalam negeri agar lebih tangguh terhadap guncangan eksternal, termasuk diversifikasi sumber energi dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Prinsip kehati-hatian tetap dijunjung tinggi dalam setiap pengambilan kebijakan

"Pemerintah berkomitmen untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional serta melindungi daya beli masyarakat, agar Indonesia tetap berada pada jalur pemulihan dan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan," pungkas Deni. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |