
PEMERINTAH Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat (Jabar), menilai tarif resiprokal yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donld Trump untuk sementara ini belum berpengaruh pada kegiatan perdagangan terutama ekspor-impor di wilayah itu.
"Kami sudah bahas dengan teman-teman untuk memonitor ke semua mitra, ada pengaruh enggak terutama kaitan dengan komoditas kita yang ada dari impor. Biasanya dari Amerika itu kacang kedelai, tapi ternyata hingga kemarin masih stabil," kata Plt Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung, Ronny Ahmad Nurudin, Minggu (13/4).
Menurut Ronny, berdasarkan pantauan, harga kacang kedelai sekitar Rp9.600 per kilogram, harga tersebut masih stabil dan aman. Terkait barang atau produk dari Kota Bandung yang diekpsor ke Amerika Serikat, ia menyebut pihaknya saat ini masih melakukan pengawasan terhadap dampak dari kebijakan tersebut. Untuk produk yang diekspor ke Amerika Serikat dari Kota Bandung, di antaranya alas kaki, tekstil dan bahan dasar kimia. Selain ke AS, produk ini juga diekspor ke sejumlah negara.
"Sebagai langkah antisipasi, kami sedang mendata negara mana saja yang menjadi tujuan dan potensi untuk ekspor produk tersebut. Ini tantangan untuk ekspansi ke negara-negara lain kalau di Amerika ada trouble," ucap Ronny.
Saat ini pemkot tengah monitor dulu kebijakan dari luar dan juga pemerintah pusat. Kementerian Perdagangan juga belum menyamaikan kebijakannnya. Apalagi Amerika masih menunda kebijakannya ini selama 90 hari kedepan, mudah-mudahan kondisi perekonomian dunia tambah kondusif.
Perlu diketahui, realisasi ekspor Kota Bandung tahun 2024 dengan tujuan Amerika Serikat dengan volume 3.328.118,71 kilogram dan bernilai ekspor US$48.815.919,40. Sementara realisasi ekspor Kota Bandung dari Januari -Maret 2025 dengan volume 624.318,27 kilogram bernilai ekspor US$7.799.023,63.
Sementara itu, anggota Dewan Pakar Ekonomi Majelis Musyawarah Sunda (MMS) Firman T Endipradja menilai kenaikan tarif resiprokal yang diumumkan Trump akan sangat berdampak signifikan ke ekonomi Indonesia. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga melonjaknya tingkat kemiskinan adalah beberapa ancaman yang potensial menghantam Indonesia. Apindo mencatat jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 40.000 orang pada Januari-Februari 2025, ditambah tahun lalu ada 250.000 orang yang dirumahkan dan BPS mencatat, per Agustus 2024, tercatat ada 7,47 juta orang menganggur.
"Artinya mereka yang di PHK dan yang menganggur adalah konsumen yang tidak memiliki penghasilan dengan demikian tidak memiliki daya beli. Di lain pihak, kondisi ekonomi Indonesia di awal 2025 ini tidak baik-baik saja alias suram atau gelap, bahkan ada yang mengatakan sudah memasuki fase yang lebih buruk atau menurun drastis. Ditambah juga dengan situasi politik dan pemerintahan yang penuh gejolak," beber Firman. (AN/E-4)