Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto

1 week ago 13
Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto Koalisi Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) berunjuk rada di depan kantor Kementerian Sosial (Kemensos), Jakarta Pusat(MI/Usman Iskandar)

KAUKUS Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto. Anggota KIKA Herdiansyah Hamzah menilai masuknya nama Soeharto jadi 40 nama yang diusulkan Kementerian Sosial (Kemensos) kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan (GTK) untuk dijadikan pahlawan nasional jelas merupakan penghianatan atas semangat reformasi.

"Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyatakan penolakan tegas terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, mantan Presiden Republik Indonesia yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade (1966–1998)," tulis Herdiansyah, melalui keterangannya, Sabtu (1/10).

Herdiansyah menilai pemberian gelar ini bukan hanya bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi, tetapi juga merupakan luka baru bagi korban pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru meninggalkan warisan buruk berupa budaya KKN, pembungkaman kebebasan pers, dan pelemahan institusi demokrasi

Di bawah rezim Soeharto, kekuasaan dijalankan dengan kekerasan negara, pembungkaman kebebasan berpikir, dan praktik korupsi yang sistemik. Selain pelanggaran HAM, Transparency International (2004) menobatkan Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia, dengan estimasi penggelapan dana publik sebesar US$15–35 miliar.

Herdiansyah mengatakan wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto juga menciptakan kontradiksi moral yang mendalam. Di sisi lain, Marsinah, buruh perempuan yang menjadi simbol perjuangan keadilan dan kebebasan berserikat, serta menjadi korban kekerasan negara pada era Orde Baru, juga diusulkan menjadi pahlawan nasional oleh Kementerian Sosial.

"Menjadikan Soeharto sebagai pahlawan sementara Marsinah adalah korban dari sistem represif yang ia bangun, adalah bentuk ironi sejarah dan penghinaan terhadap perjuangan kemanusiaan," katanya.

Pengkhianatan mandat rakyat

Herdiansyah menegaskan upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional jelas-jelas merupakan pengkhianatan terbesar terhadap mandat rakyat sejak 1998. Reformasi lahir dari protes publik yang menggulingkan kekuasaan otoriternya, sebuah momentum perjuangan moral dan politik untuk membangun pemerintahan yang demokratis, transparan, dan menghormati hak asasi manusia.

"Jika usulan ini terus dilanjutkan, maka reformasi berpotensi berakhir di tangan pemerintahan Prabowo, dan pemberian gelar tersebut akan menandai kematian simbolik dari cita-cita reformasi itu sendiri," katanya.

Untuk itu, Herdiansyah mengatakan KIKA menolak secara tegas wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. KIKA menuntut Negara harus mengakui dan menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, serta memberikan keadilan kepada para korban.

KIKA menegaskan pentingnya memori sejarah dan kebebasan akademik untuk mencegah distorsi dan glorifikasi pelaku pelanggaran HAM. Selain itu, pendidikan sejarah harus mencerminkan kebenaran dan tidak memutihkan pelanggaran masa lalu. KIKA juga mengajak aktivis, civitas akademika dan masyarakat sipil mempertahankan semangat reformasi dan menolak normalisasi kekuasaan otoriter.

"Bangsa yang melupakan luka sejarahnya akan kehilangan arah moralnya. Menjadikan Soeharto pahlawan berarti menghapus jejak kejahatan negara dan melecehkan ingatan para korban. KIKA berdiri bersama korban, keluarga korban, dan seluruh masyarakat yang memperjuangkan keadilan serta kebebasan akademik," katanya. (M-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |