
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Arzetti Bilbina meminta pemerintah mengevaluasi pengawasan label halal pada rumah makan. Hal itu berkaca pada kasus Rumah Makan Ayam Widuran di Solo, Jawa Tengah yang diduga menjual produk non-halal tanpa menginformasikannya secara jelas.
Ia mendorong pemerintah untuk mengevaluasi sistem pengawasan untuk rumah makan. Arzetti juga meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membangun sistem verifikasi terpadu sebagai langkah perbaikan bagi perlindungan konsumen.
"Khususnya terkait informasi kehalalan produk-produk yang dikonsumsi. Pemerintah, termasuk pemerintah daerah dan Badan POM tidak boleh abai terhadap proses pengawasan menu makanan. Sistem verifikasi terpadu yang melibatkan koordinasi antar instansi diperlukan untuk menjamin konsumen mendapatkan informasi yang benar sejak awal," kata Arzetti dalam keterangannya, Rabu (28/5).
Ia menyayangkan isu ini terjadi lantaran minimnya pengawasan dalam transparansi informasi makanan di ruang publik.
"Kita sangat sesalkan kenapa makanan yang menggunakan produk non halal tidak mencantumkannya secara terbuka baik di restorannya maupun di akun media sosialnya. Ini sudah lebih dari 50 tahun, kan jadi terkesan membohongi konsumen," ujar Arzteti.
Seperti diketahui, kehebohan restoran Ayam Widuran yang menjual menu non halal itu bermula dari sebuah akun di media sosial yang mengaku terkejut mengetahui bahwa ayam goreng di rumah makan itu tidak halal. Padahal, banyak pelanggannya yang Muslim. Kekecewaan konsumen juga mencuat di kolom ulasan Google Review, yang merasa tertipu karena menyangka semua menu yang disajikan halal.
Pihak rumah makan Ayam Goreng Widuran pun mengonfirmasi bahwa label non halal baru dipasang beberapa hari terakhir, setelah muncul banyak komplain dari pelanggan. Arzetti mengatakan, tidak ada yang salah jika pedagang yang menyediakan dengan makanan non halal namun harus wajib mencantumkan label non halal di restoran ataupun menunya.
“Sudah ada ketentuannya dalam UU Jaminan Produk Halal (JPH). Ketentuan tersebut agar konsumen bisa mengetahui mana makanan yang halal dan tidak halal. Ini sudah puluhan tahun tapi diduga diabaikan, pantas saja kalau konsumen merasa tertipu,” sebut politisi PKB itu.
Adapun menu non-halal di rumah makan ayam goreng yang beroperasi sejak tahun 1973 tersebut diketahui berasal dari minyak goreng untuk bahan kremes. Buntut kegaduhan ini, restoran Ayam Goreng Widuran ditutup sementara untuk menjalani assessment kehalalan oleh instansi terkait.
“Saya sepakat dengan langkah ini demi memastikan kehalalan produk, tapi pihak manajemen tetap harus bertanggung jawab terhadap para pegawainya," pungkasnya.(H-4)