Kasus Kematian Anak di Sekolah Gambarkan Indonesia Darurat Kekerasan

5 hours ago 1
Kasus Kematian Anak di Sekolah Gambarkan Indonesia Darurat Kekerasan Ilustrasi(Antara)

Psikolog anak, Mira Damayanti Amir, menekankan bahwa darurat kekerasan tengah terjadi di Indonesia. Hal itu tergambar dari maraknya kasus kematian anak akibat tindakan perundungan, yakni tepatnya di SMP Negeri 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, lalu SD Negeri Dusun Kenjer, Kelurahan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, serta SD Inpres One di Desa Poli, Timor Tengah Selatan (TTS), NTT.

“Selama ini kita di masyarakat telah membiarkan kekerasan tumbuh subur di anak-anak kita. Itu menimbulkan trauma jangka panjang. Saya baru terapi lulusan S2 dari Inggris yang menjadi korban kekerasan ayahnya sejak kecil. Jadi dikurung di kamar mandi. Itu menyebabkan trauma sampai si anak berumur 20 tahun. Ini baru satu contoh,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Senin (14/10).

“Ada juga anak perempuan yang sudah berusia 30 tahun yang mendapat perlakuan kekerasan oleh ayahnya sejak kecil. Itu juga trauma. Jadi kalau itu yang terjadi telah membuktikan bahwa kekerasan di lingkungan kita nyata,” sambungnya.

Untuk itu, Mira Amir menegaskan bahwa perlu dibuat kampanye yang sudah bukan lagi setop bullying, tapi setop kekerasan. Pasalnya, kekerasan di Indonesia saat ini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

“Jadi sudah darurat kekerasan dan masyarakat jangan menormalisasi kekerasan dalam bentuk apa pun. Ini malah akan melemahkan fungsi dalam melakukan pencegahan dan penanganan. Kita sebagai orangtua juga harus introspeksi diri untuk menghentikan kekerasan dalam bentuk apa pun,” tegasnya.

Dihubungi secara terpisah, psikolog Tika Bisono menekankan bahwa pemerintah harusnya memberikan sanksi tegas pada satuan pendidikan dan pelaku agar kasus seperti ini tidak lagi terus menerus berulang.

“Sebenarnya yang salah pemerintah karena kebijakan publik tentang kedisiplinan harus turun dari pemerintah. Saya udah ngomong banyak dan lama soal ini. Terus ketika kemudian kasus bergelimpangan, pemerintah cuek. Harusnya ada sanksi akademis, sosial, dan ekonomi diberlakukan di sekolah. Kalau ini diberlakukan pasti akan mengawasi semua stakeholders di sana,” ujar Tika.

Menurutnya, sanksi untuk sekolah bisa berupa penghentian bantuan operasional sekolah (BOS) dan bahkan tidak boleh melakukan penerimaan siswa baru.

“Untuk pelaku sanksi yang diberikan misalnya diskorsing dan disuruh ikut kegiatan bakti sosial di lingkungannya. Ini di luar negeri sudah lumrah. Bahkan di luar negeri itu ada lapas anak,” tuturnya.

“Kemendikdasmen itu terlihat cuek dan masa bodoh. Keamanan siswa dan tenaga kependidikan enggak dipikirin. Ini kan berkaitan dengan kesehatan mental. Kalau begini kan siswa banyak ketakutan. Kalau orangtuanya nuntut masuk pengadilan, mau apa sekolah. Jadi enggak mikirin sama sekali nih pemerintah,” pungkas Tika. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |