
Kasus Band Sukatani lewat lagunya yang berjudul Bayar Bayar Bayar harus menjadi pelajaran bagi semua institusi, terutama Polri, untuk tidak alergi terhadap kritik yang disuarakan masyarakat. Hal itu diungkapkan Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Anis Hidayah.
"Dari awal, Komnas HAM sudah menegaskan bahwa kebebasan berekspresi itu merupakan fundamental rights. Jadi, ini hak konstitusi setiap warga negara untuk dilindungi, dihormati dan dipenuhi," ujar Anis Hidayah, Rabu (26/2).
Apabila ada kelompok atau individu yang menciptakan sebuah karya dalam bentuk apapun, termasuk lagu dan sebagainya, itu seharusnya menjadi bagian dari hak fundamental yang harus dihormati bersama.
"Apakah karya itu sifatnya kritik kepada pemerintah, kebijakan atau institusi negara maka itu harus dihormati karena bagian dari hak asasi manusia," ujar peraih Yap Thian Hien Award 2014 tersebut.
Seharusnya, kata dia, pihak yang dikritisi dalam hal ini kepolisian tidak bersikap reaktif apalagi represif. Justru kritikan itu harus dijawab polisi dengan cara menunjukkan kinerja yang baik sehingga mengembalikan kepercayaan publik serta muruah institusi.
"Jadi, karena ini fundamental rights maka kewajiban negara itu ada tiga yakni menghormati, melindungi dan memenuhi," jelas dia.
Anis juga menyayangkan kasus yang bersinggungan dengan kebebasan berekspresi masih saja terus terjadi. Sebelum kasus Band Sukatani muncul ke publik, hal serupa juga menimpa seniman Yos Suprapto yang batal menampilkan karyanya di Galeri Nasional Indonesia pada Desember 2024.
Anis yang juga aktif pada isu-isu migran dan buruh tersebut meminta agar pemerintah, pejabat atau pemangku kepentingan agar tidak antikritik, serta tidak memaknai kritik sebagai suatu ketidakcintaan warga kepada Indonesia.
"Justru mereka yang mengkritik itu menunjukkan kecintaan kepada negeri ini," tandasnya. (Ant/E-3)