Direktur Kerja Sama Pembangunan Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Tri Purnajaya.(Dok. Antara)
MENJELANG Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belem, Brasil pada November 2025 mendatang, Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pembaruan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) kedua atau Second NDC. Pemerintah memastikan langkah ini dilakukan dengan memperkuat prinsip keadilan, kolaborasi, dan pembangunan berkelanjutan.
Direktur Kerja Sama Pembangunan Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Tri Purnajaya mengatakan, Second NDC menjadi wujud nyata peningkatan ambisi Indonesia dalam menekan emisi, sejalan dengan komitmen global untuk membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celsius.
“Melalui Second NDC, Indonesia menunjukkan komitmen yang lebih kuat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, dengan tetap mempertimbangkan konteks nasional, kapasitas, dan kebutuhan pembangunan. Targetnya meningkat dibanding NDC sebelumnya, yakni 31,89 persen dengan upaya sendiri dan hingga 43,2 persen dengan dukungan internasional,” ujar Tri dalam diskusi bertajuk Menagih Komitmen Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Selasa (14/10).
Menurut Tri, saat ini draft Second NDC telah rampung. Ia pun berharap agar sebelum COP30 mendatang, Second NDC sudah selesai.
Dalam penurunan emisi gas rumah kaca, Tri menjelaskan, pemerintah berfokus pada keseimbangan antara mitigasi dan adaptasi, khususnya di sektor energi, kehutanan, dan pengelolaan limbah. Ia menekankan bahwa transisi menuju energi bersih tidak boleh menimbulkan ketimpangan baru, melainkan harus membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi.
“Pendekatan kami tidak hanya soal angka penurunan emisi, tapi juga bagaimana masyarakat merasakan manfaatnya — dari lapangan kerja hijau, peningkatan kapasitas lokal, hingga akses energi yang lebih merata,” jelasnya.
Menjelang COP30, menurut Tri, diplomasi Indonesia akan diarahkan untuk memperkuat kerja sama internasional dalam hal pendanaan iklim, transfer teknologi, dan pembangunan kapasitas. “Kita ingin menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya penerima kebijakan, tetapi bagian dari solusi global untuk krisis iklim,” katanya. (H-3)


















































