Janji Reformasi Polisi semakin Meredup

5 hours ago 2
Janji Reformasi Polisi semakin Meredup Ilustrasi(Antara)

Pengamat politik Ray Rangkuti menilai janji Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan reformasi kepolisian mulai kehilangan arah setelah satu bulan berlalu tanpa kejelasan langkah konkret. Padahal, pada awal September lalu, Presiden sempat menegaskan komitmennya di hadapan tokoh Gerakan Nurani Bangsa untuk segera membentuk tim reformasi polisi sebagai bagian dari respons terhadap aksi massa 27-30 Agustus.

"Pada awalnya semangat itu begitu menggebu-gebu, tapi kini entah kenapa mulai meredup," ujar dia melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Kamis (16/10).

Ray menyebut, masyarakat sebenarnya menyambut baik janji reformasi tersebut, namun semakin lama justru terlihat kabur. Menurutnya, pemerintah sempat beberapa kali menjanjikan pengumuman tim reformasi polisi, termasuk setelah Presiden Prabowo kembali dari Sidang Umum PBB.

Namun hingga kini, janji itu tak kunjung terealisasi. "Kenyataannya berlalu begitu saja. Kini bahkan sudah dua kali presiden pulang dari luar negeri, dan angin reformasi polisi semakin menjauh," kata Ray.

Ia menilai publik tidak akan melupakan perjalanan janji tersebut. Lebih jauh, Ray memerinci beberapa alasan yang mungkin menyebabkan penundaan pembentukan tim reformasi polisi. Namun, menurutnya, sebagian besar alasan tersebut tidak dapat diterima secara rasional. Salah satunya adalah jika pemerintah beralasan reformasi bisa dilakukan langsung oleh kepolisian.

"Sulit diterima bila polisi diminta mereformasi dirinya sendiri. Lebih dari 20 tahun kesempatan itu sudah diberikan, dan hasilnya justru membuat institusi ini semakin jauh dari tujuannya," ujar Ray.

Ia juga menyinggung label parcok (partai coklat) yang kini kerap disematkan kepada kepolisian karena kedekatannya dengan kekuasaan. Ray turut menilai alasan sulitnya mencari figur untuk masuk ke dalam tim reformasi tidak logis.

Menurutnya, tim tersebut tidak akan membutuhkan lebih dari sepuluh orang berintegritas dari berbagai disiplin ilmu. "Bahkan dengan tutup mata sekalipun, sepuluh nama itu bisa cepat ditemukan," terangnya.

Sementara alasan ketiga, yakni adanya iklim politik yang tidak mendukung, disebut Ray juga tidak kuat. Dengan dukungan mayoritas parlemen dan partai politik, Presiden seharusnya memiliki kekuatan penuh untuk mendorong agenda reformasi ini. "Presiden selalu digambarkan sebagai macan Asia. Maka sulit dipahami kalau langkahnya tersandung hanya karena kekuatan politik kecil," kata dia.

Ray bahkan mengkhawatirkan melemahnya dorongan reformasi bisa jadi mencerminkan ketidakseriusan Presiden sendiri. Menurutnya, wacana reformasi polisi bisa saja sekadar respons sementara terhadap tekanan publik.

"Ucapannya tentang tim reformasi itu hanya menjawab tuntutan para demonstran, dan kini ketika situasi mulai tenang, janji itu diabaikan perlahan," ujarnya.

Ia mengingatkan, meski publik terlihat kembali ke aktivitas sehari-hari, bukan berarti mereka lupa. "Warga memang seperti mulai tidak mengindahkannya, tapi sesungguhnya tidak melupakannya. Semua peristiwa ini masuk file yang tersimpan rapat, yang entah kapan bisa kembali meluber," pungkas Ray.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |