Jamaika Terpuruk Setelah Badai Melissa, Warga Hadapi Kehancuran Terparah dalam Sejarah

5 hours ago 2
Jamaika Terpuruk Setelah Badai Melissa, Warga Hadapi Kehancuran Terparah dalam Sejarah Ilustrasi(Anadolu)

JAMAIKA kini berusaha bangkit dari kehancuran setelah diterjang Badai Melissa, badai terkuat yang melanda pulau itu dalam sejarah modern.

Dilaporkan bahwa kondisi terkini tanpa aliran listrik dan sinyal komunikasi membuat sebagian besar wilayah masih terisolasi, sehingga penyampaian informasi berlangsung lambat.

Pemerintah baru bisa mengonfirmasi korban jiwa lebih dari sehari setelah badai menghantam. Menteri Pemerintahan Daerah Jamaika, Desmond McKenzie, melaporkan bahwa tiga pria dan satu wanita tewas terseret banjir di Paroki St. Elizabeth.

Perdana Menteri Andrew Holness menggambarkan kondisi negaranya dengan kalimat singkat.

“Gambaran kehancuran ada di mana-mana,” katanya.

Ia menegaskan bahwa pemerintah akan mengerahkan seluruh tenaga untuk mempercepat pemulihan.

Sekitar 75% wilayah Jamaika masih gelap gulita tanpa listrik. Saat melewati area barat Kingston, kerusakan terlihat mulai dari bangunan roboh, pepohonan tumbang, hingga puing berserakan di jalanan. Namun, dampak lebih parah tampak di wilayah tengah seperti Mandeville, di mana banyak bangunan luluh lantak dan jalan utama tertutup reruntuhan.

Kerusakan Meluas ke Kuba dan Haiti

Setelah melintasi Jamaika, badai berkekuatan tinggi itu mencapai Kuba pada Rabu (29/10) dini hari, menyebabkan banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah.

Di Haiti, lebih dari 25 orang dilaporkan tewas akibat sungai yang meluap di kota Petit-Goave.

Badai Melissa sempat mencapai kekuatan angin 298 kilometer per jam, lebih kuat dari Badai Katrina yang menghantam New Orleans pada 2005. Kini badai itu telah melemah menjadi kategori tiga, tetapi masih membawa ancaman besar.

Seorang pejabat lokal Jamaika menggambarkan pemandangan usai badai sebagai adegan film kiamat: air bah menenggelamkan permukiman, rumah-rumah hancur, dan pohon palem tercabut hingga ke akar.

Warga Berjuang Bertahan Hidup

Banyak warga menceritakan pengalaman mencekam mereka. Di kota pesisir Black River, petugas polisi Warrell Nicholson mengatakan kepada AFP bahwa ia harus berlindung di kantor polisi yang rusak bersama warga.

“Sungguh menghancurkan,” ujarnya.

Pemilik hotel Andrew Houston Moncure berlindung di kamar mandi bersama istri dan anaknya yang masih balita.

“Itu pengalaman paling mengerikan. Tekanan udara begitu rendah hingga sulit bernapas, dan suaranya seperti kereta barang melintas di atas kami,” katanya kepada AFP.

Di desa Carlisle, St. Elizabeth, seorang petani sayur berusia 73 tahun, Verna Genus, kehilangan atap rumahnya saat berlindung bersama keluarga. Saudarinya, June yang tinggal di Inggris, menceritakan bahwa Verna menangis histeris di telepon saat badai menghantam.

St. Elizabeth dikenal sebagai lumbung pangan Jamaika. Dengan ladang dan tanaman yang kini hancur total, ribuan petani diperkirakan akan kesulitan memulihkan pendapatan mereka.

Kota Wisata dan Pedesaan Lumpuh Total

Di Montego Bay, pusat pariwisata Jamaika, banjir besar membelah kota menjadi dua.

“Setelah angin mereda, hujan deras datang dan menenggelamkan kota. Kini satu sisi kota terputus dari sisi lainnya,” kata Wali Kota Richard Vernon.

Sementara di pedesaan, Presiden Jamaica Network of Rural Women Producers, Tamisha Lee, menggambarkan situasi yang penuh kepanikan.

“Angin kencang, hujan deras, benda-benda beterbangan di mana-mana. Tidak ada listrik. Saya merasa cemas dan tegang. Kerusakannya akan sangat besar,” katanya.

Para ahli meteorologi menjelaskan bahwa Badai Melissa menguat sangat cepat akibat suhu perairan Karibia yang luar biasa hangat, sebuah fenomena yang disebut sebagai dampak nyata perubahan iklim.

Dengan kekuatan kategori lima saat menghantam Jamaika, badai ini mampu merobek atap beton, menumbangkan tiang listrik, dan bahkan memicu peringatan soal buaya yang terseret ke permukiman akibat banjir.

Wisatawan Terjebak di Pulau Jamaika

Ribuan wisatawan asing juga mengalami ketakutan serupa. Pia Chevallier dari Inggris menggambarkan kekacauan yang terjadi dari kamar hotelnya.

“Kaca jendela bergetar, pintu berdebum, dan suaranya seperti badai menghantam langsung di depan mata. Sungguh menakutkan,” ucapnya.

Wayne Gibson, turis asal Kent, mengaku berlindung bersama keluarga di aula hotel di Ocho Rios, sementara Kyle Holmes dari Bolton menyebut penginapan tempatnya tinggal kini berubah menjadi zona bencana.

Meski Jamaika memiliki obligasi bencana atau semacam asuransi nasional untuk menghadapi bencana alam, pemerintah mengakui tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana membantu warga bertahan sebelum bantuan jangka panjang tiba. (BBC News/Fer/I-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |