
DALAM langkah penuh simbolisme, kandidat Wali Kota New York dari Partai Demokrat, Zohran Mamdani, memutuskan berjalan kaki melintasi seluruh Pulau Manhattan. Ia berjalan mulai pukul 7 malam di awal Juni, dan baru selesai pukul 02.30 dini hari.
Dalam video yang viral di media sosial, warga New York memberikan acungan jempol, pelukan, dan tepuk tangan sembari menyebutnya sebagai “wali kota selanjutnya.” Mamdani menjelaskan aksi itu dilakukannya karena, “warga New York layak punya wali kota yang bisa mereka lihat, dengar, bahkan teriaki.”
Gaya kampanye Mamdani jauh dari pakem politikus tradisional. Alih-alih pidato penuh jargon, ia hadir dengan gaya santai dan autentik yang dirancang untuk menyentuh hati warga. Strategi itu kini dipuji karena mampu membangun koalisi besar lintas generasi dan latar belakang.
"Ini alarm bagi Partai Demokrat," kata analis politik Frank Luntz. Ia menyebut bukan Andrew Cuomo yang paling kalah dalam pemilihan pendahuluan ini, melainkan tokoh senior partai seperti Pemimpin Minoritas Senat AS Chuck Schumer. Menurutnya, basis pemilih Demokrat kini menginginkan pendekatan politik yang lebih ideologis dan konfrontatif — terutama di era Donald Trump.
Dari Nol ke Puncak: Gaya Baru dalam Berpolitik
Sebelum mencetak kemenangan di pemilihan pendahuluan, platform Mamdani kerap dicibir sebagai utopia Cuomo dan politisi Demokrat lainnya. Miliaran rupiah dihabiskan untuk menyerangnya secara politis.
Namun, anggota parlemen negara bagian berusia 33 tahun yang mewakili distrik Astoria di Queens ini justru berhasil menyentuh hati pemilih muda yang haus akan kejujuran dan kedekatan emosional. Kampanyenya menyasar media sosial dengan konten orisinal, kocak, dan bermuatan visi politik yang jelas.
Salah satu pendukungnya, Harris Krizmanich, 30, mengaku sangat tersentuh setelah menonton video jalan kaki Mamdani tiga kali. “Dia bisa bicara langsung ke hati warga biasa, memberi harapan pada mereka yang selama ini merasa dilupakan,” ujar Krizmanich kepada BBC.
Dengan hampir 50.000 relawan dan ribuan donatur kecil, Mamdani mencatat rekor penggalangan dana tertinggi dalam kontestasi ini. Salah satu video debatnya yang menyerang rekam jejak Cuomo ditonton lebih dari 10 juta kali di platform X, dan jutaan lainnya di TikTok.
Politik Identitas, Keberanian, dan Ketulusan
Identitas Mamdani sebagai Muslim dan imigran menjadi kekuatan tersendiri. Ia tak segan menunjukkan keimanannya, berbicara dalam berbagai bahasa, dan menembus komunitas yang selama ini kurang terwakili.
Wali Kota petahana Eric Adams sempat menyatakan, “Saya tak sepakat dengan pandangannya, tapi saya hormati ketulusannya.” Namun setelah Mamdani menang, Adams menyebutnya sebagai “penjual harapan palsu.”
Meskipun kuat di media dan kalangan muda, data menunjukkan Mamdani masih menghadapi tantangan dalam menjangkau pemilih berpendapatan rendah, di mana Cuomo justru unggul 49% dibanding 38%.
Mamdani mengaku menyadari hal tersebut, namun tetap berfokus pada isu utama: biaya hidup. “Banyak warga yang putus asa dan kecewa dengan para pemimpin yang tak mampu — atau tak mau — melawan figur seperti Donald Trump,” ujarnya. Ia secara eksplisit menyebut Cuomo dan Adams sebagai contoh kegagalan tersebut.
“Kita butuh wali kota yang, saat berhadapan dengan otoritarianisme, tidak justru melihat cermin dirinya sendiri.”
Sinyal Perubahan Arah Politik Demokrat
Bagi banyak progresif, kemenangan Mamdani adalah bukti bahwa warga Amerika tidak beralih ke kanan, tapi justru menginginkan gaya politik baru yang berani dan berpihak.
Stephanie Taylor dari Progressive Change Campaign Committee menyebut hasil ini sebagai "peringatan keras" bagi elit Demokrat. “Kami melihat partai yang justru menjegal kader-kader terbaiknya hanya karena sikap anti-korporasi atau penolakan terhadap korupsi dan perang,” katanya.
“Pemilih ingin diyakinkan politisi itu benar-benar akan memperjuangkan mereka.”
Meski telah memenangkan pemilihan pendahuluan, Mamdani masih harus bertarung di Pilkada November. Bila terpilih, ia harus membuktikan janji-janjinya bisa diwujudkan meski pengalamannya di pemerintahan masih terbatas.
Namun sejauh ini, ia telah membuktikan satu hal: warga New York bersedia mempercayai seorang kandidat yang lebih memilih berjalan kaki 13 mil di tengah malam, demi menunjukkan bahwa ia tak hanya ingin berbicara — tapi juga benar-benar hadir. (BBC/Z-2)