Insentif Hybrid Diharapkan Tarik Konsumen Mobil Bensin

2 weeks ago 15
Insentif Hybrid Diharapkan Tarik Konsumen Mobil Bensin Ilustrasi(MI/RAMDANI)

KEBIJAKAN insentif fiskal 3% untuk mobil hybrid yang dikeluarkan pemerintah baru-baru ini disambut positif oleh produsen otomotif. Kebijakan ini diharapkan semakin mempercepat peralihan konsumen ke kendaraan ramah lingkungan.

Sebelumnya pemberian insentif untuk mobil listrik berbasis baterai (BEV) sudah lebih dahulu diberlakukan pemerintah, meliputi potongan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 10% untuk impor mobil listrik rakitan di Indonesia (CKD); PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh (CBU) dan CKD sebesar 15%; serta pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.

Bagi Toyota, insentif ini menjadi modal untuk menarik konsumen mobil bensin atau internal combustion engine (ICE) ke hybrid.

“Sebenarnya dari insentif 3% ini, yang diuntungkan pertama adalah customer, akan ada penurunan (harga hybrid) sekitar Rp13 juta, misalnya untuk Zenix. Kita menargetkan, yang membeli mobil ICE dengan harga yang sedikit gap-nya, misalnya pembeli mobil Zenix bensin, berharap dia akan beralih ke (Zenix) hybrid,” kata Head of Public Relations PT Toyota Astra-Motor Philardi Sobari dalam sebuah diskusi di IIMS 2025, JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (18/2).

“Jadi kita mengambil pangsa pasar ICE yang memang sensitif terhadap pricing. Dengan adanya insentif ini, dia akan mendapatkan benefit yang lebih baik. Dia bisa membeli mobil yang teknologinya baik,” jelasnya.

Philardi berpandangan kebijakan insentif hybrid ini utamanya untuk mengejar net zero emission. “Jadi kita mau mengambil (pasar) mobil ICE adalah karena kan sebenarnya dia emisinya paling besar. Jadi berharap dengan hybrid, dia memiliki emisi 50% setidaknya,” kata dia.

Sementara itu masih sulit untuk mengharapkan konsumen langsung beralih ke mobil listrik berbasis baterai (BEV). Pasalnya kebanyakan BEV harganya belum terjangkau kebanyakan konsumen mobil di Indonesia.

Produsen mobil listrik BYD yang di Indonesia fokus pada BEV juga berpandangan insentif terbaru yang diberikan kepada kendaraan hybrid ini sudut pandangnya perihal transisi energi.

“Saya lihat itikad baik dari pemerintah ini adalah mencoba mengakomodir segala bentuk possibility untuk adanya transisi energi, mengesampingkan soal industrinya,” kata Head of Government and Public Relations PT BYD Motor Indonesia Luther Panjaitan.

Ditanya mengenai kemungkinan BYD membawa mobil hybrid ke Indonesia, Luther menyebut ini tinggal menunggu waktu.

“Kita hanya tinggal menunggu kalkulasi secara optimal, apakah sudah waktunya kami membawa PHEV. Artinya, secara kesiapan produk, teknologi, sebenarnya BYD siap. Kalau kita bisa membawa sebuah produk PHEV yang lebih affordable lagi, sehingga tidak terlalu menyentuh market EV, ya mungkin saja menjadi sangat efektif,” katanya.

Sementara itu pengamat ekonomi Josua Pardede menyebut ceruk market dari otomotif di Indonesia masih di harga Rp200-Rp300 juta, bahkan di bawah Rp200 juta.

“Karena ada kondisi penurunan kelas menengah, ada kecenderungan down-trading, yang tadi mungkin segmentasinya harganya 200-300, tapi dia berharap dengan spek dan merek mobil yang sama, dia beli di secondary market,” ujarnya.

Oleh karena itu, insentif memang diperlukan di sektor ini. Josua menekankan bahwa industri otomotif adalah padat karya, sehingga kalau industri ini tidak didukung, maka bisa berpengaruh juga kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

“Tahun ini harapannya dengan berbagai insentif dari pemerintah, karena memang sekalipun ada pajak PPN 12% dan juga opsen, diharapkan pemerintah pun juga memberikan stimulus lanjutan kepada industri otomotif,” pungkasnya. (Ifa)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |