
WALAUPUN sertifikasi halal telah menjadi suatu kewajiban di Indonesia, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berhadapan dengan sejumlah tantangan, terutama dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Banyak dari mereka masih melihat sertifikasi halal sebagai sebuah beban administratif, bukan sebagai sebuah kesempatan.
Salah satu kendala yang paling tampak adalah rendahnya tingkat literasi dan sosialisasi mengenai edukasi halal di Negeri ini.
Data menunjukkan bahwa pemahaman tentang halal di negara kita masih sangat rendah, hanya sekitar 40%. Situasi ini sering kali membuat UMKM beranggapan, "Mengapa saya harus memiliki sertifikat halal? " Pemahaman yang minim ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan lembaga terkait.
Untuk mengatasi kesenjangan pemahaman ini, BPJPH menekankan pentingnya kerja sama yang erat antara pemerintah dan semua pihak terkait.
Sejak didirikan pada 2017 dan setelah peralihan kewenangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2019, BPJPH terus berusaha untuk mendidik pelaku usaha, terutama UMKM, agar menilai sertifikasi halal sebagai suatu investasi jangka panjang.
Deputi Bidang Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Chuzaemi Abidin menjelaskan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan sistem jaminan produk halal (SJPH) sangat krusial.
"Dalam regulasi turunan dari undang-undang Cipta Kerja, terdapat norma atau pasal yang mengatur tentang Pemeriksaan pelaksanaan SJPH. Kita melakukan audit kepada pelaku usaha setiap empat tahun sekali. Apakah mereka masih konsisten? Apakah mereka masih berkomitmen? Dan apakah mereka masih bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SJPH yang sudah mereka nyatakan pada saat mengajukan sertifikat halal? ” ungkap Chuzaemi di Artotel Mangkuluhur, Selasa (27/5).
Masalah adanya produk di pasaran yang diduga tidak halal, meskipun produsen sudah memiliki sertifikat halal, menjadi perhatian yang serius.
BPJPH menjelaskan bahwa hasil uji laboratorium saat sertifikasi awal bisa jadi "bersih," tetapi integritas bahan bisa berubah seiring waktu akibat potensi ketidakjujuran pelaku usaha yang ingin mengurangi ongkos produksi.
Untuk menyelesaikan masalah ini, BPJPH terus mengembangkan metode pengujian laboratorium yang lebih modern dan tepat, serta meningkatkan kemampuan analis.
Dalam upaya meningkatkan pemahaman, BPJPH telah mengeluarkan Peraturan BPJPH Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
Aturan ini menjabarkan lima kriteria utama yang harus dipenuhi: komitmen dan tanggung jawab, kehalalan bahan, kehalalan proses produksi, kehalalan produk, serta pemantauan dan evaluasi.
Dengan standar yang tegas dan pengawasan yang ketat, BPJPH berharap pelaku usaha semakin menyadari pentingnya sertifikasi halal, bukan hanya sekadar kepatuhan, melainkan juga sebagai jaminan kualitas dan kepercayaan konsumen. (Z-1)